Jumat, 02 Oktober 2015

Perempuan kesepian





Cerita ini tentang seorang teman.
Saya menyebutnya perempuan kesepian.

Teman saya ini seorang perempuan yang lahir dari keluarga (hampir) kaya. Ayahnya bekerja di sebuah instansi tertinggi di negara ini, ibunya seorang ibu rumah tangga yang mengurus anaknya di sebuah kota di pulau sulawesi sesekali kembali ke ibukota mengecek keadaan suaminya. Hobi teman saya pun seperti anak gaul bin bebas negeri ini, mengejar cahaya diatas lantai ditemani musik di sebuah klub malam kota tempatnya berpijak, sesekali menonton konser band dalam pun luar negeri, atau sekedar hang-out bersama teman-teman kampus dan pacarnya. Pacar teman saya ini? Tidak bisa diragukan lagi, saya menyebutnya sempurna. Baik? Sejauh yg sy kenal baik. Penyayang? Banget. Tampan? Ya, dia lelaki blasteran Arab-Indo yang saya pun mau dijadikan selingkuhan (Hahahaha, ampyun-keun yuni. Ra)

Secara kasat mata, teman saya ini sempurna. Bahagia, pasti. Tapi itu hanya KASAT MATA!!!
Teman saya ini suka tempat ramai tapi selalu merasa sendirian. Teman saya ini ramah tapi ntahlah, senyumnya sulit simetris. Mungkin
Teman saya ini susah bahagia. (((MUNGKIN))). Temani saya ini humoris suka ketawa, setelah itu? Pandangannya kosong.

Finally, menurut saya bahagia itu tidak mesti kaya, tidak mesti menjadi anak gaul bin bebas masa kini. Bahagia itu ketika senyum bisa simetris, saat mendengar dan melihat lantas tertawa bukan dengan menutup keduanya :) Bahagia itu sederhana, sesederhana kamu menafsirkan arti bahagia itu. Tak perlu susah-susah sebab yang susah akan menambah susah :D hehe ;)

Berbahagialah My best fuck forever
Pulanglah ke ibukota jikalau kotaku tak mampu membuatmu bahagia.
Wahai perempuan kesepian

Panca Indera



Ketika Panca indera merasa muak!!!

Mataku pernah menangkap sesosok pria yang begitu di istimewakan hati menjamah perempuan lain. Mataku begitu memilukan ketika tak mampu menahan bulir penyebab kuyup pipiku. Mataku, saksi kebinasaan cinta yang di ukir oleh pria penjamah itu.

Hidungku pernah merasakan aroma menyejukan dari tengkuknya. Hidungku pernah basah saat perpisahan menjadikan aku tak lagi dipelukanmu. Hidungku, alasan jemarimu tak mampu menjamah selainku.

Telingaku pernah memuntahkan cairannya saat bisikan janji manismu terlontar tanpa dosa. Telingaku sering menerima kabar tentangmu yang begitu asik dengan selainku. Telingaku, hampir berteriak saat apa yang kau lakukan menusuk kediamanmu.

Kulitku pernah menjadi tempatmu melepas kepenatan. Kulitku menjadi pulang untuk bocah nakal penyuka kenikmatan itu. Kulitku, terlalu terlena hingga tak tahu kalau ia hanya pelampiasan.

Mulutku tak mampu berkata saat tuturmu membungkam segalanya. Mulutku pernah menjadi alasanmu bertualang mencari kenyamanan. Mulutku,hanyalah katup tertutup penyimpan persoalan.

Panca inderaku, ntah sampai kapan!!!

Perempuan Pe-Malu




Perempuan pe-malu itu berjalan dengan wajah tertunduk setiap harinya. Jalan yang ia lalui sepertinya telah memahami alasan ia di tatap setiap kali Perempuan Pe-Malu itu menuju tempat tujuannya.

Trotoar yang ramai tak mampu membuatnya berjalan tegap, sepertinya memang ia tak pernah merasakan sakit pada lehernya. Menunduk, menunduk dan menunduk. Hanya itu yang ia lakukan, sesekali menegakkan kepala saat ia di tanya.

Perempuan Pe-Malu itu tidak pernah menyadari di sudut terminal dari trotoar yang ia lalui ada seorang pria yang terus mengamati dan bertanya - tanya tiap harinya. Seperti apa perempuan Pe-Malu tersebut, Kelainan pada daerah leherkah? Atau ada yang Perempuan Pe-Malu itu sembunyikan dari wajahnya?

Pagi itu, Pria di sudut terminal berkesempatan duduk di sebelah Perempuan Pe-Malu itu. Dengan keberanian yang telah ia kumpulkan, pria itu memulai percakapan. Dengan hati - hati ia mulai bertanya, "Bolehkah saya minta tolong?". Tanpa di sangka, Perempuan Pe-Malu menegakan wajahnya. SubhanAllah, dalam hati Pria tersebut bergumam. Perempuan Pe-Malu itu tak ada kelainan pada lehernya dan tak ada yang salah pada wajahnya. Lantas apa gerangan yang membuat Perempuan Pe-Malu itu menunduk setiap harinya?

Sungguh, dia bukan Pe-Malu. Karena saat berada pada lingkaran kehidupannya ia adalah perempuan tak tahu malu^^.

Terakhir,.
Yang bisa menjawab pertanyaan pria di sudut terminal hanyalah jalan yang Perempuan Pe-Malu itu lalui. Pancaran matanya, serta setiap do'a yang ia haturkan langsung ke bumi tidak lain tidak bukan untuk lelaki yang selalu bersamanya menaiki bis X itu. He is Pria di sudut terminal.

H-54



Hai kamu ,
Terhitung hari ini H-54 batas akhir perjanjian antara kamu dan saya. Masih ingatkah kamu? Mungkin iya dan mungkin tidak. Jika tidak, saya memaklumi dengan sangat mengingat bulan ini jadwal kuliah dan kerjamu yang superduper padat. Ya, jangankan perjanjian yang saya buat 1 tahun lalu, untuk sekedar komunikasi kamu harus mencuri waktu sibukmu. Tak apa, tak masalah bagiku.

Hai kamu,
Sekedar mengingatkan, H-54 sangat penting bagi saya. Karena saat itu adalah penentuan akan jadi apa kamu di kehidupan saya. Kenyataan atau bayangan yang di gelapkan. Entahlah, saya belum bisa menerka - nerka dan saya pun tidak ingin menanyakan langsung.

Hai kamu,
Jika kelak nanti kamu adalah bayangan yang harus saya gelapkan, bantu saya melakukannya. Tapi jika kamu adalah kenyataan, terima kasih telah hadir mengisi hidupku serta rencana masa depanku.

Hai, kamu
Saya menulis ini hanya untuk mengantisipasi jikalau nanti kamu harus di gelapkan dan saya belum sempat meminta bantuan. Dan begitupun sebaliknya, jika nanti kamu menjadi rencana masa depanku dan saya belum sempat mengucapkan terima kasih karena kekagumanku pada masa depanku. Tulisan ini telah mewakili jauh sebelum harinya tiba.

Welcome or Bye ?

Tertanda,
Saya yg menunggumu melunasi utangmu,
Di kotaku.