Kamis, 14 Mei 2015

ASKEP KEGAWATDARURATAN "Fraktur"

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi peningkatan penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan bermotor khususnya bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga menambah “kesemrawutan” arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut fraktur.
Menurut Smeltzer (2001 : 2357) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur adalah fiksasi Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001 : 2361). Penanganan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya oleh akibat tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi (Rasjad, 1998 : 363).
Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung kepada klien yang mengalami fraktur, sebagai pendidik memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada klien fraktur melalui metode ilmiah.
B.     TUJUAN
Menentukan asuhan keperawatan yang akan dilakukan pada pasien fraktur displaced baik itu cara penanganannya maupun solusi dalam melaksanakan asuhan keperawatan.




BAB II
TINJAUN TEORI
A.  TRIAGE

Persiapan penderita berlangsung selama 2 keadaan berbeda; yang pertama adalah tahap pra rumah sakit (pre-hospital), dimana seluruh kejadian idealnya berlangsung dalam koordinasi dengan dokter di rumah sakit. Fase kedua adalah fase rumah sakit (in-hospital) dimana dilakukan persiapan untuk menerima penderita sehingga dapat dilakukan resusitasi dalam waktu cepat.

1.      Tahap Pra-Rumah Sakit
Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dengan petugas lapangan akan menguntungkan penderita. Sebaiknya rumah sakit sudah diberitahukan sebelum penderita diangkat dari tempat kejadian. Yang harus diperhatikan disini adalah menjaga airway, breathing, control perdarahan dan syok, imobilisasi penderita dan pengiriman ke rumah sakit terdekat yang cocok, sebaiknya ke suatu pusat trauma. Harus diusahakan untuk mengurangi waktu tanggap (respons time). Jangan sampai terjadi bahwa “semakin tinggi tingkatan paramedik, semakin lama penderita berbeda di TKP”.
Harus menyertai penderita keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit, yaitu: Waktu kejadian, sebab kejadian, riwayat penderita dan mekanisme di rumah sakit, dapat menerangkan jenis berlakuan dan beratnya perlakuan.

2.      Tahap Rumah Sakit
TRIASE:
            Triase adalah cara pemilihan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Terapi didasarkan pada keadaan ABC (Airway, dengan cervical spine control, breathing dan Circulation dengan kontrol perdarahan).
            Triase berlaku untuk pemilahan penderita baik di lapangan maupun dirumah sakit. Merupakan tanggung jawab tenaga pra-rumah sakit (dan pimpinan tim lapangan) bahwa penderita akan dikirim ke rumah sakit yang sesuai. Merupakan kesalahan besar untuk mengirim penderita ke rumah sakit non-trauma bila ada pusat trauma tersedia. Suatu sistem scoring akan membantu dalam pengambilan keputusan ini.
Dua jenis keadaan triase dapat terjadi:
1.    Jumlah penderita dan beratnya perlakuan tidak melampaui kemampuan petugas. Dalam keadaan ini penderita dengan masalah gawat-darurat dan multi trauma akan dilayani terlebih dahulu.
2.    Jumlah penderita dan beratnya perlakuan melampaui kemampuan petugas. Dalam keadaan ini yang akan dilayani terlebih dahulu adalah penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan dantenaga paling sedikit.

B.   LINGKUP PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Pelayanan keperawatan gawat darurat meliputi pelayanan keperawatan yang ditujukan kepada pasien gawat darurat yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya/ anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secara cepat dan tepat.
C.    DEFINISI
Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur: Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disEbabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Brunner & Suddarth. 2001).
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada tulang yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson, 1995).
Fraktur menurut Rasjad (1998) adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap. (Arice, 1995)
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 )
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000)
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999).Jadi berdasarkan pengertian diatas  fraktur  adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan.

D.    ETIOLOGI
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a.Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

E.     KLASIFIKASI FRAKTUR
Berikut ini terdapat beberapa klasifikasi fraktur sebagaimana yang di kemukakan oleh para ahli :
1.              Menurut DEPKES RI(1995), berdasarkan luas dan garis fraktur meliputi :
a.         Fraktur komplit
Adalah patah atau diskontuinitas jaringan tulang yang luas sehinggatulang menjadi terbagi dua bagian dan garis patahnya menyebrang dari satu sisi kesisi lain serta mengenai seluruh korteks
b.         Fraktur inklomplit
Adalah patah atau diskoninuitas tulang dengan garis patah tidak menyebrang sehingga tidak mengenai korteks(masih ada korteks yang utuh)
2.              Menurut Black dan Matasarrin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia luar, meliputi :
a.         Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak menonjol melalui kulit.
b.    Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena danya hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi infeksi.
c.      Ftaktur terbuka dibagi menjadi 3 grade yaitu :
1)             Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit otot.
2)             Grade II : seperti Grade I DENGAN MEMAR KULIT DAN OTOT.
3)             Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, saraf otot dan kulit.

3.              Long (1996) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu :
a.     Green Steick yaitu pada sebelah sisi dari tulang, sering terjadi pada anak-anak dengan tulang lembek.
b.    Transverse yaitu patah melintang
c.     Longitudinal yaitu patah memenjang.
d.    Oblique yaitu garis patah miring.
e.     Spiral yaitu patah melingkar.
4.              Black dan Matassarin (1993) mengklasifikas lagi fraktur berdasarkan kedudukan fragmen yaitu :
a.         Tidak ada dislokasi.
b.         Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi :
1)             Dislokasi at axim yaitu membentuk sudut.
2)             Disklokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh.
3)             Dislokasi at longitudinal yaitu kejauhan memanjang.
4)             Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang berjauhan dan memendek.

F.     PATOFISIOLOGI
Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Wodds (1989) ketika patah tulang, akan terjadi di korteks, pembuluh darah,,sum sum tulang jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adlah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan di sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medula antara tepi tulang di bawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah di tanda dengan fasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tuang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukan tahap awal penyembuhan tulang. Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sum sum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mengsuplai organ-organ yang lin. Hematom menyebabkan dilatasi di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi sistamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial hal ini menyebabkan edema. Edema yang terbentuk akn menekan ujung syraf, yang bila berlangsung lama menyebabkan syindroma comportement.


















PATHWAY

Trauma
Fraktur
Fraktur tertutup
Fraktur terbuka
 








 
Kerusakan korteks, pembuluh darah, sum-sum tulang dan jaringan lunak
Pergeseran tulang
Kerusakan rangka
Imobilitas
Hambatan mobilitas fisik
Laserasi kulit
Spasme otot
Nyeri
Kerusakan integritas kulit
 




















G.    GAMBARAN KLINIK
Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik fraktur adalah sebagai berikut:
1.              Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini di karenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
2.              Bengkak/Edema
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan ekstravasi daerah di jaringan sekitarnya.
3.              Memar/Ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah dijaringan sekitarnya.
4.              Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
5.              Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan saraf, terkenanya saraf karena edema.
6.              Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot. Paralysis dapat terjadi karena kerusakan saraf.
7.              Mobilitas abnormal
Pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
8.              Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagian tulang di gerakkan.
9.              Defirmitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmentulang ke posisi abnormal, kan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
10.          Syok hipovolemik
Syok terjadi sebagai komplikasi jika terjadi perdarahan hebat.
11.          Gambaran x/ray menentukan fraktur
Gambaran ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur.

H.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Pemeriksaan rongent: Menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau trauma .
2.      Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur: juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3.      Hitung Darah Lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma.
4.      Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
5.      Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6.      Profil Koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multipel, atau cedera hati.

I.       PENATALAKSANAAN FRAKTUR
1.      Penatalaksanaan kedaruratan
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagain tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang.
Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menntukan kecukupan perfusi jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan diatas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
2.      Penatalaksanaan bedah ortopedi
Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus menjalani pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat dikoreksi meliputi stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah (mis; sindrom komparteman), adanya tumor. Prpsedur pembedahan yang sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction and Fixation). Berikut dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortoped dan indikasinya yang lazim dilakukan :
-       Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseleksi dan pemajanan tulang yang patah
-       Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup, plat, paku dan pin logam
-       Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti tulang yang berpenyakit.
-       Amputasi : penghilangan bagian tubuh
-       Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat yang memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka
-       Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak
-       Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau sintetis
-       Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan artikuler dalam sendi dengan logam atau sintetis
-       Transfer tendo : pemindahan insersi tendo untuk memperbaiki fungsi
-       Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk menghilangkan konstriksi otot atau mengurangi kontraktur fasia.
J.       KOMPLIKASI
Komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi menurut Doenges (2000) antara lain :
1.      Shock
2.      Infeksi
3.      Nekrosis divaskuler
4.      Cidera vaskuler dn saraf
5.      Mal union
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR
A.    PENGKAJIAN
1.      Pengkajian primer
a.       Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
b.      Breathing
Kelemahan menelan / batuk / melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi / aspirasi.
c.       Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
2.      Pengkajian sekunder
a.       Aktivitas/istrahat
1)      Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena.
2)      Keterbatasan morbilitas.
b.      Sirkulasi
1)      Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri / ansietas).
2)      Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah ).
3)      Tachikardi
4)      Penurunan nadi pada bagian distal yang cidera.
5)      Capilary refil melambat.
6)      Pucat pada bagian yang terkena.
7)      Massa hematoma pada sisi cedera
c.       Neurosensori
1)      Kesemutan
2)      Deformitas,krepitasi, pemendekan
3)      Kelemahan
d.      Kenyamanan
1)      Nyeri tiba-tiba saat cidera
2)      Spasme / kram otot
e.       Keamanan
1)      Laserasi kulit
2)      Perdarahan
3)      Perubahan warna
4)      Pembengkakan lokal



















ANALISA DATA
NO
DATA
ETIOLOGI
PROBLEM
1
DS :
Klien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas
DO :
Klien nampak kesulitan untuk mengubah posisi
Klien nampak kesulitan untuk berpindah tempat
Trauma
 

Fraktur

Fraktur tertutup dan fraktur terbuka

Kerusakan korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak

Pergeseran tulang
 

Kerusakan rangka
 

Imobilitas
 

Hambatan mobilitas fisik

Hambatan mobilitas fisik

2
DS :
Klien mengeluh nyeri pada bagian yang fraktur
DO :
Klien nampak meringis
Klien nampak gelisah menahan nyeri
Skala nyeri 7
Trauma
 

Fraktur

Fraktur tertutup dan fraktur terbuka

Kerusakan korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak

Pergeseran tulang

Spasme otot
 

Nyeri

Nyeri

3
DS :
Klien mengeluh susah beraktivitas karena terdapat laserasi.
DO :
Nampak laserasi pada kulit
Nampak tonjolan tulang


Trauma
 

Fraktur

Fraktur tertutup dan fraktur terbuka

Kerusakan korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak

Laserasi kulit

Kerusakan integriras kulit
Kerusakan integriras kulit



B.     INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
DX KEPERAWATAN
NOC
NIC
1
Hambatan mobilitas fisik b/d cedera jaringan sekitar fraktur, kerusakan rangka neromuskuler
Tujuan :
Kerusakan mobiltas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
-       Meningkatkan mobiltas pada tingkat yang lebih tinggi
-       Mempertahankan posisi fungsional
-       Meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit
-       Menunjukan tehnik mampu melakukan aktifitas
-       Pertahankan tirah baring dalam posisi yang di programkan
-       Tinggikan ekstermitas yang sakit
-       Instrusikan klien/bantu dalam latihan rentang gerak pada ektermitas yang sakit dan tak sakit
-       Beri penyangga pada ekstermitas yang sakit di atas dan di bawah ketika fraktur ketika bergerak
-       Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
-       Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan AKS dalam lingkupketerbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan.
-       Kaji tekanan darah , nadi dengan melakukan aktivitas.
-       Ubah posisi secara periodik
-       Kolaborasi fisioterapi /okulasi terapi
2
Nyeri b/d spasme otot, pergeseran fragmen tulang
Tujuan :
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan
Kriteria hasil :
-       Klien menyatakan nyeri berkurang
-       Klien nampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas / aktivitas / tidur / istrahat dengan tepat.
-       Tekanan darah normal
-       Tidak ada peningkatan nadi dan RR.
-       Kaji ulang lokasi, intensitas dan tipe nyeri
-       Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit  dengan tirah baring
-       Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan
-       Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi
-       Jelaskan prosedur sebelum memulai
-       Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif / aktif
-       Dorong menggunakan tehnik manajemen stress, contoh : relaksasi, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi.
-       Observasi tanda-tanda vital
-       Kolaborasi : pemberian analgetik
3
Kerusakan intgritas jaringan b/d fraktur terbuka, bedah berbaikan
Tujuan :
Kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan.
Kriteria hasil :
-       Penyembuhan luka sesuai waktu
-       Tidak ada laserasi, integritas kulit baik

-       Kaji ulang integrias luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainase
-       Monitor suhu tubuh
-       Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol
-       Lakukan alih posisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh
-       Pertahankan seprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
-       Memasage kulit sekitar gips dengan alkohol
-       Gunakan tempat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi
-       Kolaborasi pemberian antibiotik.

C.    IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO
DX KEPERAWATAN
IMPLEMENTASI
1
Hambatan mobilitas fisik b/d cedera jaringan sekitar fraktur, kerusakan rangka neromuskuler
-       Memertahankan tirah baring dalam posisi yang di programkan
-       Meninggikan ekstermitas yang sakit
-       Menginstrusikan klien/bantu dalam latihan rentang gerak pada ektermitas yang sakit dan tak sakit
-       Memberi penyangga pada ekstermitas yang sakit di atas dan di bawah ketika fraktur ketika bergerak
-       Menjelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
-       Memberikan dorongan pada pasien untuk melakukan AKS dalam lingkupketerbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan.
-       Mengkaji tekanan darah , nadi dengan melakukan aktivitas.
-       Mengubah posisi secara periodik
-       Mengkolaborasikan fisioterapi /okulasi terapi
2
Nyeri b/d spasme otot, pergeseran fragmen tulang
-       Mengkaji ulang lokasi, intensitas dan tipe nyeri
-       Mempertahankan imobilisasi bagian yang sakit  dengan tirah baring
-       Memberikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan
-       Mengganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi
-       Menjelaskan prosedur sebelum memulai
-       Melakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif / aktif
-       Mendorong menggunakan tehnik manajemen stress, contoh : relaksasi, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi.
-       Mengobservasi tanda-tanda vital
-       Mengkolaborasikan : pemberian analgetik
3
Kerusakan intgritas jaringan b/d fraktur terbuka, bedah berbaikan
-       Mengkaji ulang integrias luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainase
-       Memonitor suhu tubuh
-       Melakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol
-       Melakukan alih posisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh
-       Mempertahankan seprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
-       Memasage kulit sekitar gips dengan alkohol
-       Menggunakan tempat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi
-       Mengkolaborasikan pemberian antibiotik.

D.    EVALUASI
NO
DX KEPERAWATAN
EVALUASI
1
Kerusakan mobilitas fisik b/d cedera jaringan sekitar fraktur, kerusakan rangka neromuskuler
S : klien mengatakan mampu melakukan aktivitas
O : Klien nampak mampu untuk mengubah posisi
Klien nampak mampu untuk berpindah tempat
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
2
Nyeri b/d spasme otot, pergeseran fragmen tulang
S : Klien mengatakan nyeri pada bagian yang fraktur sudah berkurang
O : Klien nampak rileks
      Skala nyeri 2
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
3
Kerusakan intgritas jaringan b/d fraktur terbuka, bedah berbaikan
S : Klien mengatakan tidak susah beraktivitas karena terdapat laserasi.
O : Tidak nampak laserasi pada kulit
Tidak nampak tonjolan tulang
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

















BAB IV
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000)
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999).Jadi berdasarkan pengertian diatas  fraktur  adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan.
B.     SARAN
             Mahasiswa harus mampu memahami mengenai pengertian, penyebab, penatalaksanaan , agar dalam menjalankan proses keperawatan dapat membuat intervensi dan menjalankan implementasi dengan tepat sehingga mencapai evaluasi dan tingkat kesembuhan yang maksimal pada klien fraktur. Selain itu Mahasiswa juga dapat memperbanyak ilmu dengan mengunjungi seminar dan membaca dari berbagai sumber.












DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika, Jakarta, 1995.
Black, J.M, et al, Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing ProcessApproach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company, 1995.
Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999.
Dudley, Hugh AF, Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi II, FKUGM, 1986.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta, 1991.
Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta, 1992.
Hudak and Gallo, Keperawatan Kritis, Volume I EGC, Jakarta, 1994.
Ignatavicius, Donna D, Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, W.B. Saunder Company, 1995.
Keliat, Budi Anna, Proses Perawatan, EGC, Jakarta, 1994.
Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta, 1996.
Mansjoer, Arif, et al, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius FKUI, Jakarta, 2000.
Oswari, E, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993.
Price, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta 1997.
Reksoprodjo, Soelarto, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Binarupa Aksara, Jakarta, 1995.
Tucker, Susan Martin, Standar Perawatan Pasien, EGC, Jakarta, 1998.

SEMOGA BERMANFAAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar