LATAR BELAKANG
Tenggelam adalah suatu peristiwa dimana terbenamnya
seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan. Pada umumnya tenggelam merupakan
kasus kecelakaan, baik secara langsung maupun karena ada faktor-faktor tertentu
seperti korban dalam keadaan mabuk atau dibawah pengaruh obat, bahkan bisa saja
dikarenakan akibat dari suatu peristiwa pembunuhan (Idries, 1997).
Setiap tahun, sekitar 150.000 kematian dilaporkan di
seluruh dunia Akibat tenggelam, dengan kejadian tahunan mungkin lebih dekat ke
500.000. Beberapa negara terpadat di dunia gagal untuk melaporkan insiden
hampir tenggelam. Ini, menyatakanbahwa banyak kasus tidak pernah dibawa
keperhatian medis, kejadian di seluruh dunia membuatpendekatan akurat yang
hampir mustahil (Shepherd, 2009).
Berdasarkan data statistik yang diambil dari halaman
website e-medicine, satu pertiga daripada korban mati akibat tenggelam pernah
mengikuti pelatihan berenang. Walaupun tenggelam terjadi kepada kedua jenis
kelamin, golongan lelaki adalah tiga kali lebih sering mati akibat tenggelam
berbanding golongan wanita. Di Indonesia, kita tidak banyak mendengar berita
tentang anak yang tenggelam di kolam renang sesuai dengan keadaan sosial
ekonomi di Indonesia tetapi mengingat keadaan Indonesia yang dikelilingi air,
baik lautan, danau maupun sungai, tidak mustahil jika banyak terjadi kecelakaan
dalam air seperti hanyut dan tenggelam
yang belum diberitahukan dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya. Hampir setiap
saat, terutama pada saat musim liburan, di objek wisata laut. Banyak terjadi kasus
wisatawan yang tenggelam, karena akibat air pasang atau kecerobohan diri
wisatawan tersebut. Selain itu, kasus tenggelam yang lainnya adalah akibat
buruknya transportasi laut diIndonesia.
Untuk bisa mengetahui serta memperkirakan cara
kematian mayat yang
terendam
dalam air, diperlukan pemeriksaan autopsi luar dan autopsi dalam pada tubuh korban serta pemeriksaan tambahan lain sebagai penunjang
seperti pemeriksaan getah paru untuk penemuan diatome danbercak paltouf di
permukaan paru, pemeriksaan histopatologi dan penentuan berat jenis plasma
untuk menemukan tanda intravital tersebut. Hal tersebut tidak mudah,
terutama
bagi mayat yang telah lama tenggelam, atau pada mayat yang tidak lengkap, atau
hanya ada satu bagian tubuhnya saja.
Pada pemeriksaan mayat terendam dalam air perlu
ditentukan apakah korban masih hidup saat tenggelam yang terdapat tanda
intravital, tanda kekerasan dan sebab kematiannya. Apabila semua ini
digabungkan dapat memberikan petunjuk kepada kita untuk memperkirakan cara
kematiannya. Tanda intravital yang ditemukan pada korban bukan merupakan tanda
pasti korban mati akibat tenggelam. Terdapat delapan tanda intravital yang
dapat menunjukkan korban masih hidup saat tenggelam. Tanda tersebut adalah
ditemukannya tanda cadaveric spasme, perdarahan pada liang telinga, adanya
benda asing (lumpur, pasir, tumbuhan dan binatang air) pada saluran pernapasan
dan pencernaan, adanya bercak paltoufdi permukaan paru, berat jenis darah pada
jantung kanan dan kiri, ada ditemukan diatome, adanya tanda asfiksia, dan
ditemukannya mushroom-like mass (Kerr, 1954).
Sedangkan tanda pasti mati akibat tenggelam ada
limayaitu terdapat tanda asfiksia, diatome pada pemeriksaan getah paru, bercak
paltoufdi permukaan paru, berat jenis darah yang berbeda antara jantung kiri
dan kanan dan mushroom-like mass (Kerr, 1954). Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan dengan adanya penelitian ini pihak forensik dan masyarakat umum
bisa langsung mengenali kematian tenggelam dan dapat membedakannya dengan
tenggelam akibat kecelakaan atau tenggelam karena pembunuhan.
LINGKUP KEPERAWATAN
KEGAWATDARURATAN
Onyekwelu
(2008) menyatakan beberapa kegawataruratan yang dapat terjadi pada keadaan near
drowning yakni :
1.
Perubahan Pada Paru-Paru
Aspirasi paru terjadi pada sekitar 90% korban
tenggelam dan 80 – 90% pada korban hampir tenggelam. Jumlah dan komposisi
aspirat dapat mempengaruhi perjalanan klinis penderita, isi lambung, organism
pathogen, bahan kimia toksisk dan bahan asing lain dapat member cedera pada
paru dan atau menimbulkan obstruksi jalan nafas.
2.
Perubahan Pada
Kardiovaskuler
Pada korban hampir tenggelam kadang-kadang menunjukkan
bradikardi berat. Bradikardi dapat timbul karena refleks fisiologis saat
berenang di air dingin atau karena hipoksia. Perubahan pada fungsi
kardiovaskuler yang terjadi pada hampir tenggelam sebagian besar akibat
perubahan tekanan parsial oksigen arterial (PaO2) dan gangguan keseimbangan
asam-basa.
3.
Perubahan Pada
Susunan Saraf Pusat
Iskemia terjadi akibat tenggelam dapat mempengaruhi
semua organ tetapi penyebab kesakitan dan kematian terutama terjadi karena
iskemi otak. Iskemi otak dapat berlanjut akibat hipotensi, hipoksia, reperfusi
dan peningkatan tekanan intra kranial akibat edema serebral.Kesadaran korban
yang tenggelam dapat mengalami penurunan. Biasanya penurunan kesadaran terjadi
2 – 3 menit setelah apnoe dan hipoksia. Kerusakan otak irreversibel mulai
terjadi 4 – 10 menit setelah anoksia dan fungsi normotermik otak tidak akan
kembali setelah 8 – 10 menit anoksia. Penderita yang tetap koma selama selang
waktu tertentu tapi kemudian bangun dalam
4.
Perubahan Pada
Ginjal
Fungsi ginjal penderita tenggelam yang telah mendapat
resusitasi biasanya tidak menunjukkan kelainan, tetapi dapat terjadi
albuminuria, hemoglobonuria, oliguria dan anuria. Kerusakan ginjal progresif
akan mengakibatkan tubular nekrosis akut akibat terjadinya hipoksia berat,
asidosis laktat dan perubahan aliran darah ke ginjal.
5.
Perubahan Cairan
dan Elektrolit
Pada korban tenggelam tidak mengaspirasi sebagian
besar cairan tetapi selalu menelan banyak cairan. Air yang tertelan, aspirasi
paru, cairan intravena yang diberikan selama resusitasi dapat menimbulkan
perubahan keadaan cairan dan elektrolit. Aspirasi air laut dapat menimbulkan
perubahan elektrolit dan perubahancairan karena tingginya kadar Na dan
Osmolaritasnya. Hipernatremia dan hipovolemia dapat terjadi setelah aspirasi
air laut yang banyak. Sedangkan aspirasi air tawar yang banyak dapat
mengakibatkan hipervolemia dan hipernatremia. Hiperkalemia dapat terjadi karena
kerusakan jaringan akibat hipoksia yang luas.
A.
PENGERTIAN TENGGELAM
Tenggelam adalah orang yang
berhenti bernafas hanya mempunyai waktu 4 menit untuk tetap hidup. (Werner
David,1989). Mati tenggelam adalah sebagai kematian karena asfiksia
akibat tenggelam (Betz.L.Cecily,2002).
Hampir mati tenggelam adalah
sebagai bertahan hidup, setidaknya sementara, dari efek hipoksia yang mematikan.(Betz.L.Cecily,2002).
Tenggelam dapat menyebabkan kematian atau kecacatan.
Menurut Kongres Tenggelam Sedunia tahun 2002, tenggelam adalah suatu kejadian
berupa gangguan respirasi akibat tenggelam atau terendam oleh cairan. Menurut
Dr. Boedi Swidarmoko SpP, tenggelam (drowning) adalah kematian karena asfiksia
pada penderita yang tenggelam. Istilah lain, near drowning adalah untuk
penderita tenggelam yang selamat dari episode akut dan merupakan berisiko besar
mengalami disfungsi organ berat dengan mortalitas tinggi.
Menurut ILCOR (internasional Liaison Committee on
Resuscitation) tenggelam didevinisikan sebagai proses yang menyebabkan gangguan
pernafasan primer akibat submersi/imersi pada media cair. Sumersi merupakan
keadaan dimana seluruh tubuh, termasuk sistem pernafasan, berada dalam air atau
cairan. Sedangkan imersi adalah keadaan dimana terdapat air/ cairan pada sistem
konduksi pernafasan yang menghambat udara masuk. Akibat dua keadaan ini,
pernafasan korban terhenti, dan banyak air yang tertelan. Setelah itu terjadi
laringospasme. Henti nafas atau laringosspasme yang berlanjut dapat menyebabkan
hipoksia dan hiperkapnia. Tanpa penyelamatan lebih lanjut, korban dapat
mengalami bradikardi dan akhirnya henti jantung sebagai akibat dari hipoksia.
B.
KlASIFIKASI TENGGELAM
A.
Berdasarkan Kondisi Paru-Paru Korban
1.
Typical Drawning
Keadaan dimana cairan masuk ke dalam saluran
pernapasan korban saat korban tenggelam.
2.
Atypical Drawning
a.
Dry
Drowning
Keadaan dimana hanya sedikit
bahkan tidak ada cairan yang masuk ke dalam saluran pernapasan.
b.
Immersion
Syndrom
Terjadi terutama pada
anak-anak yang tiba-tiba terjun ke dalam air dingin ( suhu < 20°C ) yang
menyebabkan terpicunya reflex vagal yang menyebabkan apneu, bradikardia, dan
vasokonstriksi dari pembuluh darah kapiler dan menyebabkan terhentinya aliran
darah koroner dan sirkulasi serebaral.
c.
Submersion of
the Unconscious
Sering terjadi pada korban
yang menderita epilepsy atau penyakit jantung khususnya coronary atheroma,
hipertensi atau peminum yang mengalami trauma kepala saat masuk ke air .
d.
Delayed Dead
Keadaan dimana seorang
korban masih hidup setelah lebih dari 24 jam setelah diselamatkan dari suatu
episode tenggelam.
B.
Berdasarkan
Kondisi Kejadian
1.
Tenggelam (Drowning)
Suatu
keadaan dimana penderita akan meneguk air dalam jumlah yang banyak sehingga air
masuk ke dalam saluran pernapasan dan saluran nafas atas tepatnya bagian
apiglotis akan mengalami spasme yang mengakibatkan saluran nafas menjadi
tertutup serta hanya dapat dilalui oleh udara yang sangat sedikit.
2.
Hampir Tenggelam (Near
Drowning)
Suatu keadaan dimana penderita masih bernafas dan
membatukkan air keluar.
C.
PATOFISIOLOGI
seseorang yang terbenam dengan
spontan akan berusaha menyelamatkan diri secara panik disertai berhentinya
pernapasan (breath holding). Sepuluh sampai 12% korban tenggelam dapat langsung
meninggal, dikenal sebagai dry drowing karena tidak dijumpai aspirasi air di dalam
paru. Mereka meninggal akibat asphiksia waktu tenggelam yang disebabkan spase
larings2. Menurut Giammona (dikutip dari Hassan R.), spasme laring tersebut
akan diikuti asphiksia dan penurunan kesadaran serta secara pasif air masuk ke
jalan napas dan paru. Akibatnya, terjadilah henti jantung dan kematian yang
disertai aspirasi cairan dan dikenal sebagai wet drowning. Kasus seperti ini
lebih banyak terjadi, yakni 80--90%. Perubahan patofisiologi yang diakibatkan
oleh tenggelam, tergantung pada jumlah dan sifat cairan yang terhisap serta
lamanya hipoksemia terjadi. Setiap jaringan pada tubuh mempunyai respons yang
berbeda-beda terhadap hipoksemia dan kepekaan jaringan otak merupakan organ
yang dominan mengalami disfungsi sistem organ pada tubuh terhadap hipoksia5,6,16.
Terhadap air laut atau air tawar
akan mengurangi perkembangan paru, karena air laut bersifat hipertonik sehingga
cairan akan bergeser dari plasma ke alveoli. Tetapi, alveoli yang dipenuhi
cairan masih bisa menjalankan fungsi perfusinya sehingga menyebabkan shunt
intra pulmonary yang luas. Sedangkan air tawar bersifat hipotonik sehingga
dengan cepat diserap ke dalam sirkulasi dan segera didistribusikan. Air tawar
juga bisa mengubah tekanan permukaan surfaktan paru sehingga ventilasi alveoli
menjadi buruk sementara perfusi tetap berjalan. Ini menyebabkan shunt
intrapulmonary dan meningkatkan hipoksia. Di samping itu, aspirasi air tawar
atau air laut juga menyebabkan oedem paru yang berpengaruh terhadap
atelektasis, bronchospasme, dan infeksi paru5,16,17,18.
Perubahan kardiovaskuler yang
terjadi pada korban hampir tenggelam terutama akibat dari perubahan tekanan
parsial (PaO2) dan keseimbangan asam basa. Sedangkan faktor lain yang juga
berpengaruh adalah perubahan volume darah dan konsentrasi elektrolit serum.
Korban hampir tenggelam kadang-kadang telah mengalami bradikardi dan
vasokonstriksi perifer yang intensif sebelumnya. Oleh sebab itu, sulit
memastikan pada waktu kejadian apakah aktivitas mekanik jantung terjadi.
Bradikardi bisa timbul akibat refleks diving fisiologis pada air dingin,
sedangkan vasokonstriksi perifer bisa juga terjadi akibat hipotermi atau
peninggian kadar katekolamin2,3,5,19.
Hipoksia dan iskemia selama
tenggelam akan terus berlanjut sampai ventilasi, oksigenasi, dan perfusi diperbaiki.
Sedangkan iskemia yang berlangsung lama bisa menimbulkan trauma sekunder
meskipun telah dilakukan resusitasi jantung paru yang adekuat. Dedem
cerebri yang difus sering terjadi
akibat trauma sitotoksik yang disebabkan oleh anoksia dan iskemia susunan
syaraf pusat yang menyeluruh. Kesadaran yang hilang bervariasi waktunya,
biasanya setelah 2 sampai 3 menit terjadi apnoe dan hipoksia. Kerusakan otak
yang irreversible mulai terjadi setelah 4 sampai 10 menit anoksia. Ini
memberikan gambaran bahwa hipoksia mulai terjadi dalam beberapa detik setelah
orang tenggelam, diikuti oleh berhentinya perfusi dalam 2 sampai 6 menit. Otak
dalam suhu normal tidak akan kembali berfungsi setelah 8 sampai 10 menit
anoksia walaupun telah dilakukan tindakan resusitasi2. Anoksia dan iskemia
serebri yang berat akan mengurangi aktivitas metabolik akibat peninggian
tekanan intrakranial serta perfusi serebri yang memburuk. Ini dipercayai
menjadi trauma susunan saraf pusat sekunder1,2,16.
Hampir sebagian besar korban
tenggelam memiliki konsentrasi elektrolit serum normal atau mendekati normal
ketika masuk rumah sakit. Hiperkalemia bisa terjadi karena kerusakan jaringan
akibat hipoksemia yang menyeluruh2,8.
Pasien hampir tenggelam setelah
dilakukan resusitasi biasanya fungsi ginjal seperti albuminuria, Hb uria,
oliguria, dan anuria kemudian bisa menjadi nekrosis tubular akut2,7,17,20.
D. ETIOLOGI
a. Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan
b. Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan
c. Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang
a. Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan
b. Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan
c. Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang
E. MANIFESTASI KLINIS TENGGLAM
1. Frekuensi pernafasan berkisar dari pernapasan yang
cepat dan dangkal sampai apneu.
2. Syanosis
3. Peningkatan edema paru
4. Kolaps sirkulasi
5. Hipoksemia
6. Asidosis
7. Timbulnya hiperkapnia
8. Lunglai
9. Postur tubuh deserebrasi atau dekortikasi
10. Koma dengan cedera otak yang irreversible
F. KOMPLIKASI TENGGELAM
Menurut Levin, dkk. (1993), beberapa
komplikasi yang dapat terjadi pada keadaan near drowning adalah :
1. Ensefalopi Hipoksik
2. Tenggelam Sekunder
3. Pneumonia aspirasi
4. Fibrosis interstisial
pulmoner
5. Disrimia ventricular
6. Gagal ginjal
7. Infeksi
8. Nekrosis pankreas
G. PENANGANAN PERTAMA
PADA PASIEN TENGGELAM
1.
Prinsip pertolongan di air :
1)
Raih ( dengan atau tanpa
alat ).
2)
Lempar ( alat apung ).
3)
Dayung ( atau menggunakan
perahu mendekati penderita ).
4)
Renang ( upaya terakhir
harus terlatih dan menggunakan alat apung ).
2.
Penanganan Korban
1)
Pindahkan penderita secepat
mungkin dari air dengan cara teraman.
2)
Bila ada kecurigaan cedera
spinal satu penolong mempertahankan posisi kepala, leher dan tulang punggung
dalam satu garis lurus. Pertimbangkan untuk menggunakan papan spinal dalam air,
atau bila tidak memungkinkan pasanglah sebelum menaikan penderita ke darat.
3)
Buka jalan nafas penderita,
periksa nafas. Bila tidak ada maka upayakan untuk memberikan nafas awal secepat
mungkin dan berikan bantuan nafas sepanjang perjalanan.
4)
Upayakan wajah penderita
menghadap ke atas.
5)
Sampai di darat atau perahu
lakukan penilaian dini dan RJP bila perlu.
6)
Berikan oksigen bila ada
sesuai protokol.
7)
Jagalah kehangatan tubuh
penderita, ganti pakaian basah dan selimuti.
8)
Lakukan pemeriksaan fisik,
rawat cedera yang ada.
9)
Segera bawa ke fasilitas
kesehatan.
3.
Pernapasan Berhenti
Penyebab berhentinya pernafasan yang sering dijumpai
adalah :
1)
Tenggorokan tersumbat
2)
Lidah atau cairan kental
yang menyumbat tenggorokan pada orang yang tidak sadar.
3)
Tenggelam,tercekik oleh
asap, atau karena keracunan.
4)
Pukulan yang keras pada
kepala atau dada.
5)
Serangan jantung
Orang akan meninggal dalam
waktu 4 menit jika ia tidak dapat bernafas. Jika seseorang berhenti bernafas ,
segera lakukan pernafasan mulut ke mulut.
Pernafasan mulut ke mulut :
Langkah 1 :
Keluarkan
setiap benda yang menyumbat di dalam mulut atau tenggorokan. Tarik lidahnya
keluar, jika ada lendir dalam tenggorokan, bersihkanlah dengan cepat.
Langkah 2 :
Baringkan
penderita dengan muka menengadah,donggakan kepala ke belakang , dan tarik
rahangnya ke depan.
Langkah 3 :
Pijitlah
hidungnya dengan jari agar lubang hidung tertutup. Buka mulutnya lebar-lebar
dan tutuplah mulutnya dengan mulut anda, lalu hembuskan udara kuat-kuat kedalam
paru-parunya supaya dadanya mengembang. Berhenti sebentar untuk membiarkan
udaraa keluar, lalu hembuskan kembali. Ulangi perbuatan ini sebanyak 15 kali
per menit.
Pada
bayi yang baru lahir, lakukan ini dengan sangat hati-haati sebnyak ± 25 kali per menit. Lakukan terus
pernafasan mulut ke mulut sampai orang tersebut dapat bernafas sendiri, atau
sampai kematiannyaa tidak diragukan lagi. Kadang-kadang ini harus dilakukan
selama 1 jam atau lebih.
H. PENANGANAN KLINIK
Tersedianya sarana bantuan hidup dasar dan lanjutan ditempat kejadian
merupakan hal yang sangat penting karena beratnya cedera pada sistem saraf
pusat tidak dapat dikaji dengan cermat pada saat pertolongan diberikan.
Pastikan keadekuatan jalan napas, pernapasan dan Sirkulasi. Cedera lain juga
harus dipertimbangkan dan perlu tidaknya hospitalisasi ditentukan berdasarkan
keparahan kejadian dan evaluasi klinis. Pasien dengan gejala respiratori,
penurunan saturasi oksigen dan perubahan tingkat kesadaran perlu untuk
dihospitalisasi. perhatian harus difokuskan pada oksigenasi, ventilasi, dan
fungsi jantung. Melindungi sistem saraf pusat dan mengurangi edema serebri
merupakan hal yang sangat penting dan berhubungan langsung dengan hasil akhir.
I. PENATALAKSANAAN
KORBAN TENGGELAM
Penanganan pada korban tenggelam dibagi dalam tiga tahap, yaitu:
1. Bantuan Hidup Dasar
Penanganan ABC merupakan hal utama yang harus dilakukan, dengan fokus utama pada perbaikan jalan napas dan oksigenasi buatan, terutama pada korban yang mengalami penurunan kesadaran. Bantuan hidup dasar pada korban tenggelam dapat dilakukan pada saat korban masih berada di dalam air. Prinsip utama dari setiap penyelamatan adalah mengamankan diri penyelamat lalu korban, karena itu, sebisa mungkin penyelamat tidak perlu terjun ke dalam air untuk menyelamatkan korban. Namun, jika tidak bisa, penyelamat harus terjun dengan alat bantu apung, seperti ban penyelamat, untuk membawa korban ke daratan sambil melakukan penyelamatan. Cedera servikal biasanya jarang pada korban tenggelam, namun imobilisasi servikal perlu dipertimbangkan pada korban dengan luka yang berat.
Penanganan pada korban tenggelam dibagi dalam tiga tahap, yaitu:
1. Bantuan Hidup Dasar
Penanganan ABC merupakan hal utama yang harus dilakukan, dengan fokus utama pada perbaikan jalan napas dan oksigenasi buatan, terutama pada korban yang mengalami penurunan kesadaran. Bantuan hidup dasar pada korban tenggelam dapat dilakukan pada saat korban masih berada di dalam air. Prinsip utama dari setiap penyelamatan adalah mengamankan diri penyelamat lalu korban, karena itu, sebisa mungkin penyelamat tidak perlu terjun ke dalam air untuk menyelamatkan korban. Namun, jika tidak bisa, penyelamat harus terjun dengan alat bantu apung, seperti ban penyelamat, untuk membawa korban ke daratan sambil melakukan penyelamatan. Cedera servikal biasanya jarang pada korban tenggelam, namun imobilisasi servikal perlu dipertimbangkan pada korban dengan luka yang berat.
2. Penilaian
pernapasan dilakukan pada tahap ini, yang terdiri dari tiga langkah, yaitu:
Look, yaitu melihat adanya pergerakan dadaØ
Listen, yaitu mendengarkan suara napasØ
Feel, yaitu merasakan ada tidaknya hembusan napasØ
Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas dengan normal setelah pembersihan jalan napas yaitu kompresi dada lalu pemberian napas buatan dengan rasio 30:2. Terdapat tiga cara pemberian napas buatan, yaitu mouth to mouth, mouth to nose, mouth to mask, dan mouth to neck stoma.
Penanganan utama untuk korban tenggelam adalah pemberian napas bantuan untuk mengurangi hipoksemia. Pemberian napas buatan inisial yaitu sebanyak 5 kali. Melakukan pernapasan buatan dari mulut ke hidung lebih disarankan karena sulit untuk menutup hidung korban pada pemberian napas mulut ke mulut. Pemberian napas buatan dilanjutkan hingga 10 – 15 kali selama sekitar 1 menit. Jika korban tidak sadar dan tenggelam selama <5 menit, pernapasan buatan dilanjutkan sambil menarik korban ke daratan. Namun, bila korban tenggelam lebih dari 5 menit, pemberian napas buatan dilanjutkan selama 1 menit, kemudian bawa korban langsung ke daratan tanpa diberikan napas buatan.
Kompresi dada diindikasikan pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas dengan normal, karena kebanyakan korban tenggelam mengalami henti jantung akibat dari hipoksia. Pemberian kompresi ini dilakukan di atas tempat yang datar dan rata dengan rasio 30:2. Namun, pemberian kompresi intrinsik untuk mengeluarkan cairan tidak disarankan, karena tidak terbukti dapat mengeluarkan cairan dan dapat berisiko muntah dan aspirasi.
Selama proses pemberian napas, regurgitasi dapat terjadi, baik regurgitasi air dari paru maupun isi lambung. Hal ini normal terjadi, namun jangan sampai menghalangi tindakan ventilasi buatan. Korban dapat dimiringkan dan cairan regurgitasinya dikeluarkan.
3. Bantuan hidup lanjut
Bantuan hidup lanjut pada korban tenggelam yaitu pemberian oksigen dengan tekanan lebih tinggi, yang dapat dilakukan dengan BVM (Bag Valve Mask) atau tabung oksigen.1 Oksigen yang diberikan memiliki saturasi 100%. Jika setelah pemberian oksigen ini, keadaan korban belum membaik, dapat dilakukan intubasi trakeal.
Look, yaitu melihat adanya pergerakan dadaØ
Listen, yaitu mendengarkan suara napasØ
Feel, yaitu merasakan ada tidaknya hembusan napasØ
Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas dengan normal setelah pembersihan jalan napas yaitu kompresi dada lalu pemberian napas buatan dengan rasio 30:2. Terdapat tiga cara pemberian napas buatan, yaitu mouth to mouth, mouth to nose, mouth to mask, dan mouth to neck stoma.
Penanganan utama untuk korban tenggelam adalah pemberian napas bantuan untuk mengurangi hipoksemia. Pemberian napas buatan inisial yaitu sebanyak 5 kali. Melakukan pernapasan buatan dari mulut ke hidung lebih disarankan karena sulit untuk menutup hidung korban pada pemberian napas mulut ke mulut. Pemberian napas buatan dilanjutkan hingga 10 – 15 kali selama sekitar 1 menit. Jika korban tidak sadar dan tenggelam selama <5 menit, pernapasan buatan dilanjutkan sambil menarik korban ke daratan. Namun, bila korban tenggelam lebih dari 5 menit, pemberian napas buatan dilanjutkan selama 1 menit, kemudian bawa korban langsung ke daratan tanpa diberikan napas buatan.
Kompresi dada diindikasikan pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas dengan normal, karena kebanyakan korban tenggelam mengalami henti jantung akibat dari hipoksia. Pemberian kompresi ini dilakukan di atas tempat yang datar dan rata dengan rasio 30:2. Namun, pemberian kompresi intrinsik untuk mengeluarkan cairan tidak disarankan, karena tidak terbukti dapat mengeluarkan cairan dan dapat berisiko muntah dan aspirasi.
Selama proses pemberian napas, regurgitasi dapat terjadi, baik regurgitasi air dari paru maupun isi lambung. Hal ini normal terjadi, namun jangan sampai menghalangi tindakan ventilasi buatan. Korban dapat dimiringkan dan cairan regurgitasinya dikeluarkan.
3. Bantuan hidup lanjut
Bantuan hidup lanjut pada korban tenggelam yaitu pemberian oksigen dengan tekanan lebih tinggi, yang dapat dilakukan dengan BVM (Bag Valve Mask) atau tabung oksigen.1 Oksigen yang diberikan memiliki saturasi 100%. Jika setelah pemberian oksigen ini, keadaan korban belum membaik, dapat dilakukan intubasi trakeal.
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
1.
Pastikan keadekuatan ABC (
Airway, Breathing, Circulation ).
2.
Pertimbangkan cedera lain
selain pada pernafasan saat tenggelam.
3.
Lakukan hospitalisasi jika
terdapat; gangguan respiratori, penurunan saturasi oksigen, serta perubahan
tingkat kesadaran.
4.
Observasi pemberian
oksigenasi, ventilasi, serta fungsi jantung.
5.
Pemberian obat-obatan;
vekuronium (untuk otot skeletal paralis), furosemid/ lasix (untuk diuresis,
manitol/ manitor (untuk mengendalikan hipertensi intrakarnial dan untuk sedasi
K.PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1)
Kaji adanya respirasi spontan
2)
Kaji tingkat kesadaran
3)
Kaji suhu inti tubuh
2. Diagnosa
Keperawatan
1)
Gangguan pertukaran gas
2)
Bersihan jalan nafas tidak efektif
3)
Perubahan perfusi jaringan otak
4)
Pola nafas tidak efektif
5)
Penurunan curah jantung
6)
Kelebihan volume cairan
7)
Resiko tinggi cedera
8)
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Intervensi
Keperawatan
1)
Buat dan pertahankan jalan napas yang paten.
a.
Hisap dan jalan napas seperlunya
b.
Pasang selang nasogastrik (untuk mencegah aspirasi muntahan)
2)
Pantau dan catat respons anak terhadap terapi oksigen
a.
Lakukan pengkajian pernapasan (frekuensinya tergantung pada keadaan)
b.
Pantau penggunaan ventilator dan alat respirasi lainnya.
c.
Pantau tekanan vena sentral (CVP) dan jalur arteri
d. Pantau
penggunaan pernapasan tekanan positif intermiten (IPPB) atau tekanan akhir
ekspiratori posisti (PEEP)
3)
Pantau dan catat tingkat fungsi neurologik anak
a.
Lakukan pengkajian neurologik (frekuensinya tergantung status)
b. Observasi
dan catat tanda-tanda TIK (letargi,peningkatan tekanan darah, penurunan
frekuensi napas, peningkatan denyut apeks, pupil dilatasi)
4)
Pantau dan pertahankan keseimbangan cairan
a.
Catat asupan dan haluaran
b.
Jaga kepatenan dan lakukan perawatan kateter Foley
c.
Pertahankan restriksi cairan dengan adanya edema serebri
5)
Pantau dan pertahankan pengaturan suhu homeostatik (penurunan dan kebutuhan
oksigen)
a.
Pantau suhu
b.
Sediakan kasur pendingin (mencegah menggigil)
c.
Berikan antipiretik
6)
Berikan dan pertahankan asupan nutrisi yang adekuat
a.
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan asupan nutrisi melalui selang
nasogastrik atau oral (NG po)
b.
Kaji kapasitas anak untuk mentolerir makanan melalui selang nasogastrik atau
per-oral ( periksa adanya sisa dan muntah )
c.
Naikkan jumlah dan jenis asupan nutrisi
7)
Observasi dan catat tanda-tanda komplikasi
a.
Pantau respons anak terhadap tata cara terapi fisik
b.
Pantau respons terapeutik anak dan efek samping dari pengobatan
SEMOGA BERMANFAAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar