Kamis, 14 Mei 2015

ASKEP KEGAWATDARURATAN "Trauma Hampir Tenggelam"

LATAR BELAKANG
Tenggelam adalah suatu peristiwa dimana terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan. Pada umumnya tenggelam merupakan kasus kecelakaan, baik secara langsung maupun karena ada faktor-faktor tertentu seperti korban dalam keadaan mabuk atau dibawah pengaruh obat, bahkan bisa saja dikarenakan akibat dari suatu peristiwa pembunuhan (Idries, 1997).
Setiap tahun, sekitar 150.000 kematian dilaporkan di seluruh dunia Akibat tenggelam, dengan kejadian tahunan mungkin lebih dekat ke 500.000. Beberapa negara terpadat di dunia gagal untuk melaporkan insiden hampir tenggelam. Ini, menyatakanbahwa banyak kasus tidak pernah dibawa keperhatian medis, kejadian di seluruh dunia membuatpendekatan akurat yang hampir mustahil (Shepherd, 2009).
Berdasarkan data statistik yang diambil dari halaman website e-medicine, satu pertiga daripada korban mati akibat tenggelam pernah mengikuti pelatihan berenang. Walaupun tenggelam terjadi kepada kedua jenis kelamin, golongan lelaki adalah tiga kali lebih sering mati akibat tenggelam berbanding golongan wanita. Di Indonesia, kita tidak banyak mendengar berita tentang anak yang tenggelam di kolam renang sesuai dengan keadaan sosial ekonomi di Indonesia tetapi mengingat keadaan Indonesia yang dikelilingi air, baik lautan, danau maupun sungai, tidak mustahil jika banyak terjadi kecelakaan dalam air seperti  hanyut dan tenggelam yang belum diberitahukan dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya. Hampir setiap saat, terutama pada saat musim liburan, di objek wisata laut. Banyak terjadi kasus wisatawan yang tenggelam, karena akibat air pasang atau kecerobohan diri wisatawan tersebut. Selain itu, kasus tenggelam yang lainnya adalah akibat buruknya transportasi laut diIndonesia.
Untuk bisa mengetahui serta memperkirakan cara kematian mayat yang
terendam dalam air, diperlukan pemeriksaan autopsi luar dan autopsi dalam pada tubuh korban serta pemeriksaan tambahan lain sebagai penunjang seperti pemeriksaan getah paru untuk penemuan diatome danbercak paltouf di permukaan paru, pemeriksaan histopatologi dan penentuan berat jenis plasma untuk menemukan tanda intravital tersebut. Hal tersebut tidak mudah,
terutama bagi mayat yang telah lama tenggelam, atau pada mayat yang tidak lengkap, atau hanya ada satu bagian tubuhnya saja.
Pada pemeriksaan mayat terendam dalam air perlu ditentukan apakah korban masih hidup saat tenggelam yang terdapat tanda intravital, tanda kekerasan dan sebab kematiannya. Apabila semua ini digabungkan dapat memberikan petunjuk kepada kita untuk memperkirakan cara kematiannya. Tanda intravital yang ditemukan pada korban bukan merupakan tanda pasti korban mati akibat tenggelam. Terdapat delapan tanda intravital yang dapat menunjukkan korban masih hidup saat tenggelam. Tanda tersebut adalah ditemukannya tanda cadaveric spasme, perdarahan pada liang telinga, adanya benda asing (lumpur, pasir, tumbuhan dan binatang air) pada saluran pernapasan dan pencernaan, adanya bercak paltoufdi permukaan paru, berat jenis darah pada jantung kanan dan kiri, ada ditemukan diatome, adanya tanda asfiksia, dan ditemukannya mushroom-like mass (Kerr, 1954).
Sedangkan tanda pasti mati akibat tenggelam ada limayaitu terdapat tanda asfiksia, diatome pada pemeriksaan getah paru, bercak paltoufdi permukaan paru, berat jenis darah yang berbeda antara jantung kiri dan kanan dan mushroom-like mass (Kerr, 1954). Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan dengan adanya penelitian ini pihak forensik dan masyarakat umum bisa langsung mengenali kematian tenggelam dan dapat membedakannya dengan tenggelam akibat kecelakaan atau tenggelam karena pembunuhan.




LINGKUP KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
Onyekwelu (2008) menyatakan beberapa kegawataruratan yang dapat terjadi pada keadaan near drowning yakni :
1.       Perubahan Pada Paru-Paru
Aspirasi paru terjadi pada sekitar 90% korban tenggelam dan 80 – 90% pada korban hampir tenggelam. Jumlah dan komposisi aspirat dapat mempengaruhi perjalanan klinis penderita, isi lambung, organism pathogen, bahan kimia toksisk dan bahan asing lain dapat member cedera pada paru dan atau menimbulkan obstruksi jalan nafas.
2.      Perubahan Pada Kardiovaskuler
Pada korban hampir tenggelam kadang-kadang menunjukkan bradikardi berat. Bradikardi dapat timbul karena refleks fisiologis saat berenang di air dingin atau karena hipoksia. Perubahan pada fungsi kardiovaskuler yang terjadi pada hampir tenggelam sebagian besar akibat perubahan tekanan parsial oksigen arterial (PaO2) dan gangguan keseimbangan asam-basa.
3.      Perubahan Pada Susunan Saraf Pusat
Iskemia terjadi akibat tenggelam dapat mempengaruhi semua organ tetapi penyebab kesakitan dan kematian terutama terjadi karena iskemi otak. Iskemi otak dapat berlanjut akibat hipotensi, hipoksia, reperfusi dan peningkatan tekanan intra kranial akibat edema serebral.Kesadaran korban yang tenggelam dapat mengalami penurunan. Biasanya penurunan kesadaran terjadi 2 – 3 menit setelah apnoe dan hipoksia. Kerusakan otak irreversibel mulai terjadi 4 – 10 menit setelah anoksia dan fungsi normotermik otak tidak akan kembali setelah 8 – 10 menit anoksia. Penderita yang tetap koma selama selang waktu tertentu tapi kemudian bangun dalam
4.      Perubahan Pada Ginjal
Fungsi ginjal penderita tenggelam yang telah mendapat resusitasi biasanya tidak menunjukkan kelainan, tetapi dapat terjadi albuminuria, hemoglobonuria, oliguria dan anuria. Kerusakan ginjal progresif akan mengakibatkan tubular nekrosis akut akibat terjadinya hipoksia berat, asidosis laktat dan perubahan aliran darah ke ginjal.
5.      Perubahan Cairan dan Elektrolit
Pada korban tenggelam tidak mengaspirasi sebagian besar cairan tetapi selalu menelan banyak cairan. Air yang tertelan, aspirasi paru, cairan intravena yang diberikan selama resusitasi dapat menimbulkan perubahan keadaan cairan dan elektrolit. Aspirasi air laut dapat menimbulkan perubahan elektrolit dan perubahancairan karena tingginya kadar Na dan Osmolaritasnya. Hipernatremia dan hipovolemia dapat terjadi setelah aspirasi air laut yang banyak. Sedangkan aspirasi air tawar yang banyak dapat mengakibatkan hipervolemia dan hipernatremia. Hiperkalemia dapat terjadi karena kerusakan jaringan akibat hipoksia yang luas.
A.       PENGERTIAN TENGGELAM
Tenggelam adalah orang yang berhenti bernafas hanya mempunyai waktu 4 menit untuk tetap hidup. (Werner David,1989). Mati tenggelam adalah sebagai kematian karena asfiksia akibat tenggelam (Betz.L.Cecily,2002). Hampir mati tenggelam adalah sebagai bertahan hidup, setidaknya sementara, dari efek hipoksia yang mematikan.(Betz.L.Cecily,2002).
Tenggelam dapat menyebabkan kematian atau kecacatan. Menurut Kongres Tenggelam Sedunia tahun 2002, tenggelam adalah suatu kejadian berupa gangguan respirasi akibat tenggelam atau terendam oleh cairan. Menurut Dr. Boedi Swidarmoko SpP, tenggelam (drowning) adalah kematian karena asfiksia pada penderita yang tenggelam. Istilah lain, near drowning adalah untuk penderita tenggelam yang selamat dari episode akut dan merupakan berisiko besar mengalami disfungsi organ berat dengan mortalitas tinggi.
Menurut ILCOR (internasional Liaison Committee on Resuscitation) tenggelam didevinisikan sebagai proses yang menyebabkan gangguan pernafasan primer akibat submersi/imersi pada media cair. Sumersi merupakan keadaan dimana seluruh tubuh, termasuk sistem pernafasan, berada dalam air atau cairan. Sedangkan imersi adalah keadaan dimana terdapat air/ cairan pada sistem konduksi pernafasan yang menghambat udara masuk. Akibat dua keadaan ini, pernafasan korban terhenti, dan banyak air yang tertelan. Setelah itu terjadi laringospasme. Henti nafas atau laringosspasme yang berlanjut dapat menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia. Tanpa penyelamatan lebih lanjut, korban dapat mengalami bradikardi dan akhirnya henti jantung sebagai akibat dari hipoksia.
B. KlASIFIKASI TENGGELAM
A. Berdasarkan Kondisi Paru-Paru Korban
1.       Typical Drawning
Keadaan dimana cairan masuk ke dalam saluran pernapasan korban saat korban tenggelam.

2.      Atypical Drawning
a.       Dry Drowning
Keadaan dimana hanya sedikit bahkan tidak ada cairan yang masuk ke dalam saluran pernapasan.
b.      Immersion Syndrom
Terjadi terutama pada anak-anak yang tiba-tiba terjun ke dalam air dingin ( suhu < 20°C ) yang menyebabkan terpicunya reflex vagal yang menyebabkan apneu, bradikardia, dan vasokonstriksi dari pembuluh darah kapiler dan menyebabkan terhentinya aliran darah koroner dan sirkulasi serebaral.
c.       Submersion of the Unconscious
Sering terjadi pada korban yang menderita epilepsy atau penyakit jantung khususnya coronary atheroma, hipertensi atau peminum yang mengalami trauma kepala saat masuk ke air .
d.       Delayed Dead
Keadaan dimana seorang korban masih hidup setelah lebih dari 24 jam setelah diselamatkan dari suatu episode tenggelam.
B.       Berdasarkan Kondisi Kejadian
1.      Tenggelam (Drowning)
Suatu keadaan dimana penderita akan meneguk air dalam jumlah yang banyak sehingga air masuk ke dalam saluran pernapasan dan saluran nafas atas tepatnya bagian apiglotis akan mengalami spasme yang mengakibatkan saluran nafas menjadi tertutup serta hanya dapat dilalui oleh udara yang sangat sedikit.
2.      Hampir Tenggelam (Near Drowning)
Suatu keadaan dimana penderita masih bernafas dan membatukkan air keluar.
C. PATOFISIOLOGI
seseorang yang terbenam dengan spontan akan berusaha menyelamatkan diri secara panik disertai berhentinya pernapasan (breath holding). Sepuluh sampai 12% korban tenggelam dapat langsung meninggal, dikenal sebagai dry drowing karena tidak dijumpai aspirasi air di dalam paru. Mereka meninggal akibat asphiksia waktu tenggelam yang disebabkan spase larings2. Menurut Giammona (dikutip dari Hassan R.), spasme laring tersebut akan diikuti asphiksia dan penurunan kesadaran serta secara pasif air masuk ke jalan napas dan paru. Akibatnya, terjadilah henti jantung dan kematian yang disertai aspirasi cairan dan dikenal sebagai wet drowning. Kasus seperti ini lebih banyak terjadi, yakni 80--90%. Perubahan patofisiologi yang diakibatkan oleh tenggelam, tergantung pada jumlah dan sifat cairan yang terhisap serta lamanya hipoksemia terjadi. Setiap jaringan pada tubuh mempunyai respons yang berbeda-beda terhadap hipoksemia dan kepekaan jaringan otak merupakan organ yang dominan mengalami disfungsi sistem organ pada tubuh terhadap hipoksia5,6,16.
Terhadap air laut atau air tawar akan mengurangi perkembangan paru, karena air laut bersifat hipertonik sehingga cairan akan bergeser dari plasma ke alveoli. Tetapi, alveoli yang dipenuhi cairan masih bisa menjalankan fungsi perfusinya sehingga menyebabkan shunt intra pulmonary yang luas. Sedangkan air tawar bersifat hipotonik sehingga dengan cepat diserap ke dalam sirkulasi dan segera didistribusikan. Air tawar juga bisa mengubah tekanan permukaan surfaktan paru sehingga ventilasi alveoli menjadi buruk sementara perfusi tetap berjalan. Ini menyebabkan shunt intrapulmonary dan meningkatkan hipoksia. Di samping itu, aspirasi air tawar atau air laut juga menyebabkan oedem paru yang berpengaruh terhadap atelektasis, bronchospasme, dan infeksi paru5,16,17,18.
Perubahan kardiovaskuler yang terjadi pada korban hampir tenggelam terutama akibat dari perubahan tekanan parsial (PaO2) dan keseimbangan asam basa. Sedangkan faktor lain yang juga berpengaruh adalah perubahan volume darah dan konsentrasi elektrolit serum. Korban hampir tenggelam kadang-kadang telah mengalami bradikardi dan vasokonstriksi perifer yang intensif sebelumnya. Oleh sebab itu, sulit memastikan pada waktu kejadian apakah aktivitas mekanik jantung terjadi. Bradikardi bisa timbul akibat refleks diving fisiologis pada air dingin, sedangkan vasokonstriksi perifer bisa juga terjadi akibat hipotermi atau peninggian kadar katekolamin2,3,5,19.
Hipoksia dan iskemia selama tenggelam akan terus berlanjut sampai ventilasi, oksigenasi, dan perfusi diperbaiki. Sedangkan iskemia yang berlangsung lama bisa menimbulkan trauma sekunder meskipun telah dilakukan resusitasi jantung paru yang adekuat. Dedem
cerebri yang difus sering terjadi akibat trauma sitotoksik yang disebabkan oleh anoksia dan iskemia susunan syaraf pusat yang menyeluruh. Kesadaran yang hilang bervariasi waktunya, biasanya setelah 2 sampai 3 menit terjadi apnoe dan hipoksia. Kerusakan otak yang irreversible mulai terjadi setelah 4 sampai 10 menit anoksia. Ini memberikan gambaran bahwa hipoksia mulai terjadi dalam beberapa detik setelah orang tenggelam, diikuti oleh berhentinya perfusi dalam 2 sampai 6 menit. Otak dalam suhu normal tidak akan kembali berfungsi setelah 8 sampai 10 menit anoksia walaupun telah dilakukan tindakan resusitasi2. Anoksia dan iskemia serebri yang berat akan mengurangi aktivitas metabolik akibat peninggian tekanan intrakranial serta perfusi serebri yang memburuk. Ini dipercayai menjadi trauma susunan saraf pusat sekunder1,2,16.
Hampir sebagian besar korban tenggelam memiliki konsentrasi elektrolit serum normal atau mendekati normal ketika masuk rumah sakit. Hiperkalemia bisa terjadi karena kerusakan jaringan akibat hipoksemia yang menyeluruh2,8.
Pasien hampir tenggelam setelah dilakukan resusitasi biasanya fungsi ginjal seperti albuminuria, Hb uria, oliguria, dan anuria kemudian bisa menjadi nekrosis tubular akut2,7,17,20.
D.  ETIOLOGI
a. Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan
b. Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan
c. Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang
      E. MANIFESTASI KLINIS TENGGLAM
1.      Frekuensi pernafasan berkisar dari pernapasan yang cepat dan dangkal sampai apneu.
2.      Syanosis
3.      Peningkatan edema paru
4.      Kolaps sirkulasi
5.      Hipoksemia
6.      Asidosis
7.      Timbulnya hiperkapnia
8.      Lunglai
9.      Postur tubuh deserebrasi atau dekortikasi
10.  Koma dengan cedera otak yang irreversible
F. KOMPLIKASI TENGGELAM
Menurut Levin, dkk. (1993), beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada keadaan near drowning adalah :
1.   Ensefalopi Hipoksik
2.   Tenggelam Sekunder
3.   Pneumonia aspirasi
4.   Fibrosis interstisial pulmoner
5.   Disrimia ventricular
6.   Gagal ginjal
7.   Infeksi
8.   Nekrosis pankreas
G. PENANGANAN PERTAMA PADA PASIEN TENGGELAM
1.      Prinsip pertolongan di air :
1)       Raih ( dengan atau tanpa alat ).
2)       Lempar ( alat apung ).
3)       Dayung ( atau menggunakan perahu mendekati penderita ).
4)       Renang ( upaya terakhir harus terlatih dan menggunakan alat apung ).
2.      Penanganan Korban
1)       Pindahkan penderita secepat mungkin dari air dengan cara teraman.
2)       Bila ada kecurigaan cedera spinal satu penolong mempertahankan posisi kepala, leher dan tulang punggung dalam satu garis lurus. Pertimbangkan untuk menggunakan papan spinal dalam air, atau bila tidak memungkinkan pasanglah sebelum menaikan penderita ke darat.
3)       Buka jalan nafas penderita, periksa nafas. Bila tidak ada maka upayakan untuk memberikan nafas awal secepat mungkin dan berikan bantuan nafas sepanjang perjalanan.
4)       Upayakan wajah penderita menghadap ke atas.
5)       Sampai di darat atau perahu lakukan penilaian dini dan RJP bila perlu.
6)       Berikan oksigen bila ada sesuai protokol.
7)       Jagalah kehangatan tubuh penderita, ganti pakaian basah dan selimuti.
8)       Lakukan pemeriksaan fisik, rawat cedera yang ada.
9)       Segera bawa ke fasilitas kesehatan.
3.      Pernapasan Berhenti
Penyebab berhentinya pernafasan yang sering dijumpai adalah :
1)      Tenggorokan tersumbat
2)      Lidah atau cairan kental yang menyumbat tenggorokan pada orang yang tidak sadar.
3)      Tenggelam,tercekik oleh asap, atau karena keracunan.
4)      Pukulan yang keras pada kepala atau dada.
5)      Serangan jantung
Orang akan meninggal dalam waktu 4 menit jika ia tidak dapat bernafas. Jika seseorang berhenti bernafas , segera lakukan pernafasan mulut ke mulut.
Pernafasan mulut ke mulut :
Langkah 1 :
            Keluarkan setiap benda yang menyumbat di dalam mulut atau tenggorokan. Tarik lidahnya keluar, jika ada lendir dalam tenggorokan, bersihkanlah dengan cepat.
Langkah 2 :
            Baringkan penderita dengan muka menengadah,donggakan kepala ke belakang , dan tarik rahangnya ke depan.
Langkah 3 :
            Pijitlah hidungnya dengan jari agar lubang hidung tertutup. Buka mulutnya lebar-lebar dan tutuplah mulutnya dengan mulut anda, lalu hembuskan udara kuat-kuat kedalam paru-parunya supaya dadanya mengembang. Berhenti sebentar untuk membiarkan udaraa keluar, lalu hembuskan kembali. Ulangi perbuatan ini sebanyak 15 kali per menit.
            Pada bayi yang baru lahir, lakukan ini dengan sangat hati-haati  sebnyak ± 25 kali per menit. Lakukan terus pernafasan mulut ke mulut sampai orang tersebut dapat bernafas sendiri, atau sampai kematiannyaa tidak diragukan lagi. Kadang-kadang ini harus dilakukan selama 1 jam atau lebih.
H.    PENANGANAN KLINIK
Tersedianya sarana bantuan hidup dasar dan lanjutan ditempat kejadian merupakan hal yang sangat penting karena beratnya cedera pada sistem saraf pusat tidak dapat dikaji dengan cermat pada saat pertolongan diberikan. Pastikan keadekuatan jalan napas, pernapasan dan Sirkulasi. Cedera lain juga harus dipertimbangkan dan perlu tidaknya hospitalisasi ditentukan berdasarkan keparahan kejadian dan evaluasi klinis. Pasien dengan gejala respiratori, penurunan saturasi oksigen dan perubahan tingkat kesadaran perlu untuk dihospitalisasi. perhatian harus difokuskan pada oksigenasi, ventilasi, dan fungsi jantung. Melindungi sistem saraf pusat dan mengurangi edema serebri merupakan hal yang sangat penting dan berhubungan langsung dengan hasil akhir.
I.   PENATALAKSANAAN KORBAN TENGGELAM
Penanganan pada korban tenggelam dibagi dalam tiga tahap, yaitu:
1. Bantuan Hidup Dasar
            Penanganan ABC merupakan hal utama yang harus dilakukan, dengan fokus utama pada perbaikan jalan napas dan oksigenasi buatan, terutama pada korban yang mengalami penurunan kesadaran. Bantuan hidup dasar pada korban tenggelam dapat dilakukan pada saat korban masih berada di dalam air. Prinsip utama dari setiap penyelamatan adalah mengamankan diri penyelamat lalu korban, karena itu, sebisa mungkin penyelamat tidak perlu terjun ke dalam air untuk menyelamatkan korban. Namun, jika tidak bisa, penyelamat harus terjun dengan alat bantu apung, seperti ban penyelamat, untuk membawa korban ke daratan sambil melakukan penyelamatan. Cedera servikal biasanya jarang pada korban tenggelam, namun imobilisasi servikal perlu dipertimbangkan pada korban dengan luka yang berat.
2. Penilaian pernapasan dilakukan pada tahap ini, yang terdiri dari tiga langkah, yaitu:
 Look, yaitu melihat adanya pergerakan dadaØ
 Listen, yaitu mendengarkan suara napas
Ø
 Feel, yaitu merasakan ada tidaknya hembusan napas
Ø
Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas dengan normal setelah pembersihan jalan napas yaitu kompresi dada lalu pemberian napas buatan dengan rasio 30:2. Terdapat tiga cara pemberian napas buatan, yaitu mouth to mouth, mouth to nose, mouth to mask, dan mouth to neck stoma.
Penanganan utama untuk korban tenggelam adalah pemberian napas bantuan untuk mengurangi hipoksemia. Pemberian napas buatan inisial yaitu sebanyak 5 kali. Melakukan pernapasan buatan dari mulut ke hidung lebih disarankan karena sulit untuk menutup hidung korban pada pemberian napas mulut ke mulut. Pemberian napas buatan dilanjutkan hingga 10 – 15 kali selama sekitar 1 menit. Jika korban tidak sadar dan tenggelam selama <5 menit, pernapasan buatan dilanjutkan sambil menarik korban ke daratan. Namun, bila korban tenggelam lebih dari 5 menit, pemberian napas buatan dilanjutkan selama 1 menit, kemudian bawa korban langsung ke daratan tanpa diberikan napas buatan.
Kompresi dada diindikasikan pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas dengan normal, karena kebanyakan korban tenggelam mengalami henti jantung akibat dari hipoksia. Pemberian kompresi ini dilakukan di atas tempat yang datar dan rata dengan rasio 30:2. Namun, pemberian kompresi intrinsik untuk mengeluarkan cairan tidak disarankan, karena tidak terbukti dapat mengeluarkan cairan dan dapat berisiko muntah dan aspirasi.
Selama proses pemberian napas, regurgitasi dapat terjadi, baik regurgitasi air dari paru maupun isi lambung. Hal ini normal terjadi, namun jangan sampai menghalangi tindakan ventilasi buatan. Korban dapat dimiringkan dan cairan regurgitasinya dikeluarkan.
3. Bantuan hidup lanjut
            Bantuan hidup lanjut pada korban tenggelam yaitu pemberian oksigen dengan tekanan lebih tinggi, yang dapat dilakukan dengan BVM (Bag Valve Mask) atau tabung oksigen.1 Oksigen yang diberikan memiliki saturasi 100%. Jika setelah pemberian oksigen ini, keadaan korban belum membaik, dapat dilakukan intubasi trakeal.
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
1.            Pastikan keadekuatan ABC ( Airway, Breathing, Circulation ).
2.            Pertimbangkan cedera lain selain pada pernafasan saat tenggelam.
3.            Lakukan hospitalisasi jika terdapat; gangguan respiratori, penurunan saturasi oksigen, serta perubahan tingkat kesadaran.
4.            Observasi pemberian oksigenasi, ventilasi, serta fungsi jantung.
5.            Pemberian obat-obatan; vekuronium (untuk otot skeletal paralis), furosemid/ lasix (untuk diuresis, manitol/ manitor (untuk mengendalikan hipertensi intrakarnial dan untuk sedasi
K.PROSES KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
1)      Kaji adanya respirasi spontan
2)      Kaji tingkat kesadaran
3)      Kaji suhu inti tubuh
2.      Diagnosa Keperawatan
1)      Gangguan pertukaran gas
2)      Bersihan jalan nafas tidak efektif
3)      Perubahan perfusi jaringan otak
4)      Pola nafas tidak efektif
5)      Penurunan curah jantung
6)      Kelebihan volume cairan
7)      Resiko tinggi cedera
8)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3.      Intervensi Keperawatan
1)      Buat dan pertahankan jalan napas yang paten.
a.       Hisap dan jalan napas seperlunya
b.      Pasang selang nasogastrik (untuk mencegah aspirasi muntahan)
2)      Pantau dan catat respons anak terhadap terapi oksigen
a.       Lakukan pengkajian pernapasan (frekuensinya tergantung pada keadaan)
b.      Pantau penggunaan ventilator dan alat respirasi lainnya.
c.       Pantau tekanan vena sentral (CVP) dan jalur arteri
d.     Pantau penggunaan pernapasan tekanan positif intermiten (IPPB) atau tekanan akhir ekspiratori posisti (PEEP)
3)      Pantau dan catat tingkat fungsi neurologik anak
a.       Lakukan pengkajian neurologik (frekuensinya tergantung status)
b.     Observasi dan catat tanda-tanda TIK (letargi,peningkatan tekanan darah, penurunan frekuensi napas, peningkatan denyut apeks, pupil dilatasi)
4)      Pantau dan pertahankan keseimbangan cairan
a.       Catat asupan dan haluaran
b.      Jaga kepatenan dan lakukan perawatan kateter Foley
c.       Pertahankan restriksi cairan dengan adanya edema serebri
5)      Pantau dan pertahankan pengaturan suhu homeostatik (penurunan dan kebutuhan oksigen)
a.       Pantau suhu
b.      Sediakan kasur pendingin (mencegah menggigil)
c.       Berikan antipiretik
6)      Berikan dan pertahankan asupan nutrisi yang adekuat
a.       Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan asupan nutrisi melalui selang nasogastrik atau oral (NG po)
b.      Kaji kapasitas anak untuk mentolerir makanan melalui selang nasogastrik atau per-oral ( periksa adanya sisa dan muntah )
c.       Naikkan jumlah dan jenis asupan nutrisi
7)      Observasi dan catat tanda-tanda komplikasi
a.       Pantau respons anak terhadap tata cara terapi fisik
b.      Pantau respons terapeutik anak dan efek samping dari pengobatan


 SEMOGA BERMANFAAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar