BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tetanus terjadi diseluruh dunia dan
endemik pada 90 negara yang sedang berkembang, tetapi insidensinya sangat
bervariasi. Bentuk yang paling sering, tetanus neonatorum (umbilicus), membunuh
sekurang-kurangnya 500.000 bayi setiap tahun karena ibu tidak terimunisasi.
Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan , dimana masih terjadi di
masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah.
Di RS sebagian besar pasien tetanus berusia > 3 tahun dan < 1 minggu.
Dari seringnya kasus tetanus serta kegawatan yang ditimbulkan, maka sebagai
seorang perawat dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu
memberikan asuhan keperawatan yang tepat
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penyusun ingin
lebih memahami tentang :
1. Bagaimana
Konsep Medis dari Tetanus ?
2. Bagaimana
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Tetanus ?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu :
1. Penulis
dan pembaca dapat memahami dan mengerti tentang Konsep Medis dari Tetanus.
2. Penulis
dan pembaca mengerti dan mampu memberikan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Tetanus.
BAB
II
PEMBAHASAN
KONSEP PENYAKIT TETANUS
A.
Definisi
Tetanus
Tetanus, yang juga dikenal sebagai lockjaw (kejang mulut), merupakan infeksi termediasi-eksotoksin
akut yang disebabkan oleh basilus anaerobik pembentuk-spora, Clostridium tetani. (Nursing™)
Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw, merupakan penyakit yang disebabkan oleh tetanospasmin,
yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot
sehingga saraf dan otot menjadi kaku. (Wikipedia)
Tetanus adalah penyakit toksemia akut yang disebabkan
oleh Clostridium tetani. (Kapita
Selekta Kedokteran)
Penyakit
tetanus merupakan salah satu infeksi
yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani
yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang.
Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan
hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya
punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis
pernapasan.
Tetanus adalah penyakit serius yang disebabkan ketika
bakteri (Clostridium tetani) masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan infeksi.
Bakteri melepaskan toksin yang mempengaruhi sistem saraf dan dapat menyebabkan
seseorang menderita kejang otot dan kekakuan, peningkatan denyut jantung, demam
dan berkeringat, kesulitan bernapas, dan bahkan kematian.
Tetanus adalah
penyakit infeksi yang akut dan kadang fatal yang disebabkan oleh
neurotoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh clostridium tetani, yang
sporanya masuk melalui luka. (kamus kedokteran Dorlan)
Tetanus adalah
penyakit akibat infeksi luka oleh bakteri clostridium tetani dengan gejala
kejang-kejang.
Tetanus adalah
suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh infeksi Clostridium
tetani, pada kulit/ luka. Tetanus merupakan manifes dari intoksikasi
terutama pada disfungsi neuromuscular, yang disebabkan oleh tetanospasmin,
toksin yang dilepaskan oleh Clostridium tetani. Keadaan sakit diawali
dengan terjadinya spasme yang kuat pada otot rangka dan diikuti adanya
kontraksi paroksismal. Kekakuan otot terjadi pada rahang (lockjaw) dan
leher pada awalnya, setelah itu akan merata ke seluruh tubuh.
Tetanus adalah
penyakit yang mengenai sistem saraf yang disebabkan oleh tetanospasmin yaitu
neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit ini
ditandai oleh adanya trismus, disfagia, dan rigiditas otot lokal yang dekat
dengan tempat luka, sering progresif menjadi spasme otot umum yang berat serta diperberat
dengan kegagalan respirasi dan ketidakstabilan kardiovaskular.
B.
Etiologi
Penyakit
tetanus disebabkan oleh kuman Clostridium
tetani.
Tetanus
pada anak
Tetanus
pada anak disebabkan oleh:
a. Infeksi melalui tali pusat
b. Akibat pemotongan tali pusat yang
tidak steril
c. Tidak diberikannya imunisasi tetanus
toksoid ketika masih kecil
d. Pertolongan persalinan yang tidak
memenuhi sarat kesehatan ketika
proses persalinan
e. Masa inkubasi virus yang cepat yaitu
5-14 hari
Tetanus
pada dewasa
Tetanus
pada dewasa disebabkan oleh:
a. Luka pada tubuh seperti luka
tertusuk paku, pecahan kaca, luka
tembak, luka bakar, luka yang kotor.
b. Kecelakaan dan timbul luka yang
tertutup debu / kotoran.
c.
Luka yang kotor / tertutup
memungkinkan keadaan anaerob yang
ideal untuk pertumbuhan
Clostridium tetani.
d.
Luka gores yang ringan kemudian
menjadi bernanah.
C.
Epidemologi
Clostridium Tetani sebuah kuman gram
positif, anaerob obligat besar dan mampu membentuk spora. Bentuk vegetasi kuman
ini mudah di musnahkan dengan panas dan desinfektan, tidak dapat hidup dengan
adanya oksigen. kuman ini mampu bertahan pada suhu sampai 121oC
selama 10 – 15 menit serta resisten terhadap alkohol atau zat kimia lain. spora
ini terdapat di tanah, kotoran hewan dan manusia yang menghasilkan dua jenis
eksotoksin yaitu tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin merusak membran
seldan jaringan sehingga membuat tempat yang sesuai untuk pertumbuhan dan proliferasi.Tetanospasmin
merupakan jenis toksin yang paling paten.
D.
Manifestasi
Klinis
Masa tunas biasanya 5 – 14 hari,
tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi ringan atau kalau terjadi
modifikasi penyakit oleh antiserum.
Penyakit ini biasanya terjadi
mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan
leher.
1. Keluhan dimulai dengan kaku otot,
disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut (trismus) karena spasme otot-otot
mastikatoris.
2. Diikuti gejala risus sardonikus
karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas), sudut mulut tertarik ke luar
dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi, kekauan otot dinding perut dan
ekstremitas (fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki).
3. Pada keadaan berat, dapat terjadi
kejang spontan yang makin lama makin sering dan lama, gangguan saraf otonom
seperti hiperpireksia, hiperhidrosis, kelainan irama jantung dan akhirnya
hipoksia yang berat.
4. Bila periode ”periode of onset”
pendek penyakit dengan cepat akan berkembang menjadi berat.
5. Kaku kuduk sampai epistotonus
(karena ketegangan otot-otot erector trunki).
6. Kejang tonik terutama bila
dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior.
7. Kesukaran menelan, gelisah, mudah
terangsang, nyeri anggota badan sering merupakan gejala dini.
8. Spasme yang khas , yaitu badan kaku
dengan epistotonus, ekstremitas inferior dalam
keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar.
Spasme mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas
lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi
perdarahan intramusculus karena kontraksi yang kuat.
9. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat
serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi urine dapat terjadi karena
spasme otot urethral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena
kontraksi otot yang sangat kuat.
10. Panasnya biasanya tidak tinggi dan
terdapat pada stadium akhir.
11. Biasanya terdapat leukositosis
ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak.
Klasifikasi beratnya tetanus oleh Albert (Sudoyo Aru,
dkk 2009)
1. Derajat I
(ringan) : trismus (kekakuan otot mengunyah) ringan sampai sedang, spastisitas
general, tanpa gangguan pernapasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia.
2. Derajat II
(sedang) : trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme singkat ringan
sampai sedang, gangguan pernapasan sedang RR≥30x/mnt, disfagia ringan.
3. Derajat 3
(berat) : trismus berat, spastisitas generaisata, spasme reflek berkepanjangan,
RR≥ 40x/mnt, serangan apnea, disfagia berat, takikardia ≥120.
4. Derajat IV
(sangat berat) : derajat tiga dengan gangguan otomik berat melibatkan sistem
kardiovaskuler. Hipotensi berat dan takikardia terjadi berselingan dengan
hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat menetap.
Timbulnya
gejala klinis biasanya mendadak, didahului dengan ketegangan otot terutama pada
rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena
spsme otot massater. Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk (opistotonus)
dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan kejang tonik sedang
berlangsung sering tampak risus sardonukus karena spsme otot muka dengan
gambaran alsi tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah,
bibir tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah
berupa badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam ekstrensi lengan kaku dan
tangan mengapal biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul paroksimal,
dapat dicetus oleh rangsangan suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat
pula timbul spontan. Karena kontraksi otot sangat kuat dapat terjadi asfiksia
dan sianosis, retensi urin bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis
(pada anak). Kadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya pada stadium akhir.
E.
Patofisiologi
Penyakit tetanus terjadi karena
adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng,
luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan pada bayi dapat melalui tali
pusat. Organisme multipel membentuk 2 toksin yaitu tetanospasmin yang merupakan
toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme
otot, dan mempengaruhi sistem saraf pusat.
Eksotoksin yang dihasilkan akan
mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem
vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan
tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas
dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh antitoksin.
Hipotesa cara absorbsi dan
bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan
melalui aksis silindrik dibawah ke korno anterior susunan saraf pusat. Kedua,
toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri
kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat. Toksin bereaksi pada myoneural
junction yang menghasilkan otot-otot menjadi kejang dan mudah sekali
terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari .
F.
Pemeriksaan
Diagnostik
- Pemeriksaan Fisik : adanya
luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang.
- Pemeriksaan darah : (
Kalsium dan Fosfat ).
- Diagnosa didasarkan pada
riwayat perlukaan disertai keadaan klinis kekakuan otot rahang.
- Pemeriksaan leukosit 8.000 –
12.000 m/L
- Pemeriksaan ECG dapat
terlihat aritmia ventricular
G.
Penatalaksanaan
Netralisasi
toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
a. hiperimun globulin (paling baik)
Dosis:
3.000-6.000 unit IM.
Waktu
paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan.
Tidak
berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat menembus barier
darah-otak.
b. Antitoksin
kuda
Serum anti tetanus (ATS)
menetralisir toksin yang masih beredar.
Dosis: 100.000 unit, dibagi
dalam 50.000 unit IM dan 50.000 unit IV, pelan setelah dilakukan skin test.
Perawatan luka
a. Bersihkan,
kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuka (jaringan nekrosis
atau pus membuat kondisi baik C. Tetani untuk berkembang biak).
b. Penicillin
G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV) selama 10 hari.
Alternatif
a. Tetrasiklin
25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis.
b. Metronidazol
yang merupakan agent anti mikribial.
Kuman penyebab tetanus terus
memproduksi eksotoksin yang hanya dapat dihentikan dengan membasmi kuman
tersebut.
Berantas
kejang
a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang.
b. Preparat
anti kejang.
c. Barbiturat
dan Phenotiazim.
d. Sekobarbital/Pentobarbital
6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam untuk optimum level, yaitu pasien tenang setengah tidur tetapi berespon segera
bila dirangsang.
e. Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus.
f. Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15
mg/kg BB/24 jam: mungkin 2-6 minggu.
Terapi suportif
a. Hindari
rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang.
b. Perawatan umum, oksigen.
c. Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi.
d. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi
parenteral, hindari dehidrasi. Selama
pasase usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan selain berfungsi untuk
mencegah atropi saluran cerna.
e. Kebersihan
mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin.
H. Pencegahan
Karena infeksi
tetanus seringkali berakibat fatal, maka tindakan pencegahan merupakan hal
terpenting untuk dilakukan. Pencegahan bisa dilakukan dengan dua cara utama : imunisasi dan penanganan luka.
Ada dua jenis imunisasi untuk setiap
penyakit, aktif dan pasif. Disebut imunisasi aktif saat vaksin diberikan kepada
orang sehingga sistem kekebalan tubuh bisa membuat antibodi untuk membunuh
kuman penginfeksi. Sebagian besar ahli, seperti yang dikutip situs webmd,
menganjurkan untuk melakukan imunisasi Td (tetanus dan diphtheria) setiap 10
tahun sekali. Sedangkan, mereka yang
belum pernah menerima vaksin imunisasi sebaiknya mendapatkan 3 seri imunisasi
setiap 7 bulan. Ada juga bukti yang menunjukkan kalau imunisasi tetanus efektif
lebih dari 10 tahun. Beberapa ahli mengatakan kalau imunisasi pertama saat
sekolah menengah atas dan imunisasi kedua di usia 60 bisa melindungi dari
serangan tetanus seumur hidup.
Saat luka, bahkan goresan sekecil
apapun, sepanjang merusak kulit, mempunyai kemungkinan mengalami tetanus. Sebagian besar dokter menyarankan
langkah berikut: Jika lukanya bersih dan Anda belum menerima imunisasi tetanus
selama 10 tahun terakhir, Anda direkomendasikan untuk melakukan imunisasi. Jika
lukanya kotor atau cenderung mengalami tetanus, dokter menyarankan Anda untuk
melakukan imunisasi jika Anda belum melakukan imunisasi selama 5 tahun
terakhir.
Luka yang cenderung mengalami tetanus adalah luka yang dalam dan terkontaminasi dengan kotoran atau tanah. Jika tidak yakin kapan terakhir kali Anda menerima imunisasi, lebih baik memilih cara aman dengan melakukan imunisasi.
Luka yang cenderung mengalami tetanus adalah luka yang dalam dan terkontaminasi dengan kotoran atau tanah. Jika tidak yakin kapan terakhir kali Anda menerima imunisasi, lebih baik memilih cara aman dengan melakukan imunisasi.
Jika Anda belum pernah menerima
imunisasi saat anak-anak dan mengalami luka terbuka, dokter mungkin akan
memberikan vaksin saat perawatan pertama luka. Anda harus kembali memeriksakan
diri ke dokter 4 minggu kemudian dan 6 bulan kedepannya untuk melengkapi vaksin
pertama Anda.
Hal kedua yang sangat penting untuk
dilakukan adalah membersihkan luka secara menyeluruh. Bersihkan luka dengan air
bersih dan antiseptik,
cobalah mengeluarkan semua partikel dan kotoran dari luka. Hal ini tidak hanya
akan mencegah tetanus tetapi juga mencegah infeksi bakteri lainnya.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN TETANUS
1. Pengkajian
a. Identitas Klien, meliputi :
Nama, usia, jenis kelamin, status, suku, dll.
b. Riwayat Penyakit
·
Riwayat Penyakit Sekarang
Adanya luka parah dan luka bakar dan imunisasi yang tidak adekuat.
·
Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien pernah mengalami kejang sewaktu kecil.
·
Riwayat Kesehatan Keluarga.
c. Pemeriksaan Fisik
·
Sistem Pernapasan : Dyspnea asfiksia dan sianosis
akibat kontraksi otot pernapasan.
·
Sistem Kardiovaskuler : disritmia, takikardi,
hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh awal 38 – 40.
·
Sistem Neurologis : Irritability (awal), kelemahan,
konvulsi (akhir), kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak.
·
Sistem perkemihan : retensi urin ( distensi kandung
kemih dan urin output tidak ada/oliguria.
·
Sistem Pencernaan : Konstipasi akibat tidak ada
pergerakan usus.
·
Sistem Integumen & Muskuloskeletal :
Nyeri/kesemutan pada tempat luka, berkeringat, pada awalnya didahului trismus,
spasme otot muka, dengan peningkatan kontraksi alis mata, otot kaku dan
kesulitan menelan.
2. Diagnosa
Keperawatan
Adapun diagnose keperawatan
yang dapat muncul yaitu :
a.
Gangguan menelan b/d trismus ringan atau sedang;
disfagia.
b.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b/d tonus otot menurun; ketidakmampuan memakan makanan.
c.
Ketidakefektifan pola napas b/d spasme otot – otot
pernapasan.
d.
Hipertermi b/d efek toksin.
e.
Resiko cedera b/d kejang spontan.
f.
Kerusakan integritas kulit b/d perubahan turgor
kulit.
g.
Resiko ketidakseimbangan elektrolit b/d intake yang
kurang dan oliguria.
h.
Resiko infeksi
3. Intervensi
No
|
Dx Kep
|
Tujuan & Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
1
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh tonus otot menurun; ketidakmampuan memakan makanan.
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama … x 24 jam, status nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil
:
·
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
·
Tidak ada tanda – tanda malnutrisi
·
Menunjukkan tingkatan fungsi pengecapan dari
menelan
|
·
Kaji pola makan
klien.
·
Pertahankan NGT untuk intake makanan.
·
Kaji bising usus bila perlu, dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang.
·
Berikan nutrisi yang tinggi kalori dan protein.
·
Timbang berat badan sesuai perintah.
·
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang kebutuhan kalori dan tipe
makanan yang dibutuhkan.
·
|
2
|
Resiko cedera b/d kejang spontan.
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama … x 24 jam, cedera tidak terjadi dengan kriteria hasil :
·
Klien terbebas dari cedera
·
Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah
injury
·
Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman
|
·
Monitor vital sign.
·
Identifikasi dan hindari faktor
pencetus.
·
Tempatkan pasien pada tempat tidur
pada pasien yang memakai pengaman.
·
Sediakan disamping tempat tidur tongue
spatel.
·
Lindungi pasien pada saat kejang.
·
Catat penyebab mulai terjadinya kejang.
·
Monitor
posisi kepala dan mata selama kejang berlangsung.
·
Pertahankan
kepatenan jalan nafas
·
Batasi stimulasi lingkungan (Suara,
sentuhan, cahaya)
|
3
|
Kerusakan integritas kulit b/d perubahan turgor
kulit.
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama … x 24 jam, tidak terjadi kerusakan integritas kulit
dengan kriteria hasil :
·
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
·
Tidak ada luka/lesi pada kulit
·
Perfusi jaringan baik
·
Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit
dan mencegah terjadinya cedera berulang
·
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan
kelembapan kulit dan perawatan alami.
|
·
Observai adanya kemerahan pada kulit.
·
Rubah posisi secara teratur.
·
Anjurkan kepada orang tua pasien untuk memakaikan katun yang
longgar.
·
Pantau masukan cairan, hidrasi kulit dan membran mukosa.
·
Pertahankan hygiene kulit dengan mengeringkan dan melakukan
masagge dengan lotion.
|
4
|
Resiko infeksi
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama … x 24 jam infeksi terkontrol, dengan kriteria hasil :
·
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
·
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya
infeksi
·
Jumlah leukosit dalam batas normal
·
Menunjukkan perilaku hidup sehat
|
· Monitor tanda
dan gejala infeksi.
· Bersihkan lingkungan pasien secara
benar setiap setelah digunakan pasien.
· Cuci tangan sebelum dan sesudah
merawat pasien, dan ajari cuci tangan yang benar.
· Pastikan teknik perawatan luka yang
sesuai jika ada.
· Ajari anggota keluarga cara-cara
menghindari infeksi dan tanda-tanda dan gejala infeksi.
· Berikan therapi antibiotik yang sesuai,
dan anjurkan untuk minum sesuai aturan.
· Ajari keluarga cara
menghindari infeksi serta tentang tanda dan gejala infeksi dan
segera untuk melaporkan keperawat kesehatan.
|
5
|
Gangguan menelan b/d trismus ringan atau sedang;
disfagia.
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama … x 24 jam, status menelan pasien berfungsi dengan
kriteria hasil :
·
Dapat mempertahankan makanan dalam mulut
·
Kemampuan menelan adekuat
·
Tidak ada kerusakan otot tenggorokan, otot wajah,
menelan, menggerakan lidah, atau reflex muntah
|
·
Monitor tanda dan gejala aspirasi.
·
Intervensi
nutrisi/pilihan rute makanan ditentukan oleh factor-faktor ini.
·
Menetralkan
hiperektensi, membantu mencegah aspirasi dan meningkatkan kemampuan menelan.
·
Menggunakan
gravitasi untuk memindahkan proses menelan dan menurunkan risiko
terjadinya spirasi.
·
Berikan makanan
dalam jumlah sedikit.
·
Potong makanan
kecil – kecil.
·
Atur posisi
kepala 30 – 45o setelah makan.
·
Intruksikan klien membuka dan menutup mulut untuk persiapan memasukkan
makanan.
·
|
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tetanus
adalah penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani. Klasifikasi
beratnya tetanus oleh Albert (Sudoyo Aru, dkk 2009)
Derajat I (ringan) : trismus (kekakuan otot mengunyah)
ringan sampai sedang, spastisitas general, tanpa gangguan pernapasan, tanpa
spasme, sedikit atau tanpa disfagia.
Derajat II (sedang) : trismus sedang, rigiditas yang
nampak jelas, spasme singkat ringan sampai sedang, gangguan pernapasan sedang
RR≥30x/mnt, disfagia ringan.
Derajat 3 (berat) : trismus berat, spastisitas
generaisata, spasme reflek berkepanjangan, RR≥ 40x/mnt, serangan apnea,
disfagia berat, takikardia ≥120.
Derajat IV (sangat berat) : derajat tiga dengan
gangguan otomik berat melibatkan sistem kardiovaskuler. Hipotensi berat dan
takikardia terjadi berselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah satunya
dapat menetap.
B. Saran
Diharapkan bagi setiap pembaca makalah ini dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit tetanus dan mengetahui pencegahannya dalam aktifitas sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Hardi.
2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA;Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta. MediAction Publishing
Amar. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien Tetanus
Muharamiatul.blogspot.com/2012/12/asuhan-keperawatan-pada-pasien-tetanus-html
AguSadrak. 2012. Askep
Tetanus
Lippincont
& Wilkins. 2011. Nursing: Memahami
Berbagai Macam Penyakit. Jakarta. Indeks
Mansjoer,
Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3;Jilid 2. FKUI. Media
Aesculapius
Wikipedia. 2014. Tetanus
Id.m.wikipedia.org/wiki/tetanus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar