Selasa, 05 Mei 2015

TROPICAL DISEASE "Askep Tetanus"

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Tetanus terjadi diseluruh dunia dan endemik pada 90 negara yang sedang berkembang, tetapi insidensinya sangat bervariasi. Bentuk yang paling sering, tetanus neonatorum (umbilicus), membunuh sekurang-kurangnya 500.000 bayi setiap tahun karena ibu tidak terimunisasi.
                 Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan , dimana masih terjadi di masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah.
        Di RS sebagian besar pasien tetanus berusia > 3 tahun dan < 1 minggu. Dari seringnya kasus tetanus serta kegawatan yang ditimbulkan, maka sebagai seorang perawat dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penyusun ingin lebih memahami tentang :
1.    Bagaimana Konsep Medis dari Tetanus ?
2.    Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Tetanus ?

C.   Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu :
1.    Penulis dan pembaca dapat memahami dan mengerti tentang Konsep Medis dari Tetanus.
2.    Penulis dan pembaca mengerti dan mampu memberikan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Tetanus.






BAB II
PEMBAHASAN

KONSEP PENYAKIT TETANUS

A.   Definisi Tetanus
Tetanus, yang juga dikenal sebagai lockjaw (kejang mulut), merupakan infeksi termediasi-eksotoksin akut yang disebabkan oleh basilus anaerobik pembentuk-spora, Clostridium tetani. (Nursing™)
Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw, merupakan penyakit yang disebabkan oleh tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku. (Wikipedia)
Tetanus adalah penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani. (Kapita Selekta Kedokteran)
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan.
Tetanus adalah penyakit serius yang disebabkan ketika bakteri (Clostridium tetani) masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan infeksi. Bakteri melepaskan toksin yang mempengaruhi sistem saraf dan dapat menyebabkan seseorang menderita kejang otot dan kekakuan, peningkatan denyut jantung, demam dan berkeringat, kesulitan bernapas, dan bahkan kematian.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang akut dan kadang fatal yang  disebabkan oleh neurotoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh clostridium tetani, yang sporanya masuk melalui luka. (kamus kedokteran Dorlan)
Tetanus adalah penyakit akibat infeksi luka oleh bakteri clostridium tetani dengan gejala kejang-kejang.
Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh infeksi Clostridium tetani, pada kulit/ luka. Tetanus merupakan manifes dari intoksikasi terutama pada disfungsi neuromuscular, yang disebabkan oleh tetanospasmin, toksin yang dilepaskan oleh Clostridium tetani. Keadaan sakit diawali dengan terjadinya spasme yang kuat pada otot rangka dan diikuti adanya kontraksi paroksismal. Kekakuan otot terjadi pada rahang (lockjaw) dan leher pada awalnya, setelah itu akan merata ke seluruh tubuh.
Tetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf yang disebabkan oleh tetanospasmin yaitu neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit ini ditandai oleh adanya trismus, disfagia, dan rigiditas otot lokal yang dekat dengan tempat luka, sering progresif menjadi spasme otot umum yang berat serta diperberat dengan kegagalan respirasi dan ketidakstabilan kardiovaskular.

B.   Etiologi
Penyakit tetanus disebabkan oleh kuman Clostridium tetani.
*      Tetanus pada anak
Tetanus pada anak disebabkan oleh:
a.       Infeksi melalui tali pusat
b.      Akibat pemotongan tali pusat yang tidak steril
c.       Tidak diberikannya imunisasi tetanus toksoid ketika masih kecil
d.      Pertolongan persalinan yang tidak memenuhi sarat kesehatan ketika  
       proses persalinan
e.       Masa inkubasi virus yang cepat yaitu 5-14 hari

*      Tetanus pada dewasa
Tetanus pada dewasa disebabkan oleh:
a.       Luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca, luka  
tembak, luka bakar, luka yang kotor.
     b.      Kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu / kotoran.
     c.       Luka yang kotor / tertutup memungkinkan keadaan anaerob yang
             ideal untuk pertumbuhan Clostridium tetani.
d.      Luka gores yang ringan kemudian menjadi bernanah.


C.   Epidemologi
Clostridium Tetani sebuah kuman gram positif, anaerob obligat besar dan mampu membentuk spora. Bentuk vegetasi kuman ini mudah di musnahkan dengan panas dan desinfektan, tidak dapat hidup dengan adanya oksigen. kuman ini mampu bertahan pada suhu sampai 121oC selama 10 – 15 menit serta resisten terhadap alkohol atau zat kimia lain. spora ini terdapat di tanah, kotoran hewan dan manusia yang menghasilkan dua jenis eksotoksin yaitu tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin merusak membran seldan jaringan sehingga membuat tempat yang sesuai untuk pertumbuhan dan proliferasi.Tetanospasmin merupakan jenis toksin yang paling paten.

D.   Manifestasi Klinis
Masa tunas biasanya 5 – 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh antiserum.
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher.
Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :
1.  Keluhan dimulai dengan kaku otot, disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut (trismus) karena spasme otot-otot mastikatoris.
2.  Diikuti gejala risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas), sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi, kekauan otot dinding perut dan ekstremitas (fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki).
3.  Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lama makin sering dan lama, gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia, hiperhidrosis, kelainan irama jantung dan akhirnya hipoksia yang berat.
4.  Bila periode ”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang menjadi berat.
5.  Kaku kuduk sampai epistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki).
6.  Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior.
7.  Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan sering merupakan gejala dini.
8.  Spasme yang khas , yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dalam keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramusculus karena kontraksi yang kuat.
9.  Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi urine dapat terjadi karena spasme otot urethral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
10. Panasnya biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
11. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak.
Klasifikasi beratnya tetanus oleh Albert (Sudoyo Aru, dkk 2009)
1.    Derajat I (ringan) : trismus (kekakuan otot mengunyah) ringan sampai sedang, spastisitas general, tanpa gangguan pernapasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia.
2.    Derajat II (sedang) : trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme singkat ringan sampai sedang, gangguan pernapasan sedang RR≥30x/mnt, disfagia ringan.
3.    Derajat 3 (berat) : trismus berat, spastisitas generaisata, spasme reflek berkepanjangan, RR≥ 40x/mnt, serangan apnea, disfagia berat, takikardia ≥120.
4.    Derajat IV (sangat berat) : derajat tiga dengan gangguan otomik berat melibatkan sistem kardiovaskuler. Hipotensi berat dan takikardia terjadi berselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat menetap.

                      Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak, didahului dengan ketegangan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena spsme otot massater. Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk (opistotonus) dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan kejang tonik sedang berlangsung sering tampak risus sardonukus karena spsme otot muka dengan gambaran alsi tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam ekstrensi lengan kaku dan tangan mengapal biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul paroksimal, dapat dicetus oleh rangsangan suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul spontan. Karena kontraksi otot sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak). Kadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya pada stadium akhir.

E.   Patofisiologi
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan pada bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multipel membentuk 2 toksin yaitu tetanospasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempengaruhi sistem saraf pusat.
Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh antitoksin.
Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke korno anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari .

F.    Pemeriksaan Diagnostik
-       Pemeriksaan Fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang.
-       Pemeriksaan darah : ( Kalsium dan Fosfat ).
-       Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis kekakuan otot rahang.
-       Pemeriksaan leukosit 8.000 – 12.000 m/L
-       Pemeriksaan ECG dapat terlihat aritmia ventricular
G.   Penatalaksanaan
*      Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
a.    hiperimun globulin (paling baik)
Dosis: 3.000-6.000 unit IM.
Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan.
Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat menembus barier darah-otak.
b.    Antitoksin kuda
Serum anti tetanus (ATS) menetralisir toksin yang masih beredar.
Dosis: 100.000 unit, dibagi dalam 50.000 unit IM dan 50.000 unit IV, pelan setelah dilakukan skin test.

*      Perawatan luka
a.    Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuka (jaringan nekrosis atau pus membuat kondisi baik C. Tetani untuk berkembang biak).
b.    Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV) selama 10 hari.

*      Alternatif
a.    Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis.
b.    Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.
Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya dapat dihentikan dengan membasmi kuman tersebut.

*      Berantas kejang
a.    Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang.
b.    Preparat anti kejang.
c.    Barbiturat dan Phenotiazim.
d.    Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam untuk optimum level, yaitu pasien tenang setengah tidur tetapi berespon segera bila dirangsang.
e.    Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus.
f.     Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24 jam: mungkin 2-6 minggu.

*        Terapi suportif
a.    Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang.
b.    Perawatan umum, oksigen.
c.    Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi.
d.    Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari dehidrasi.  Selama pasase usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan selain berfungsi untuk mencegah atropi saluran cerna.
e.    Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin.

H.   Pencegahan
Karena infeksi tetanus seringkali berakibat fatal, maka tindakan pencegahan merupakan hal terpenting untuk dilakukan. Pencegahan bisa dilakukan dengan dua cara utama : imunisasi dan penanganan luka.
Ada dua jenis imunisasi untuk setiap penyakit, aktif dan pasif. Disebut imunisasi aktif saat vaksin diberikan kepada orang sehingga sistem kekebalan tubuh bisa membuat antibodi untuk membunuh kuman penginfeksi. Sebagian besar ahli, seperti yang dikutip situs webmd, menganjurkan untuk melakukan imunisasi Td (tetanus dan diphtheria) setiap 10 tahun sekali. Sedangkan, mereka yang belum pernah menerima vaksin imunisasi sebaiknya mendapatkan 3 seri imunisasi setiap 7 bulan. Ada juga bukti yang menunjukkan kalau imunisasi tetanus efektif lebih dari 10 tahun. Beberapa ahli mengatakan kalau imunisasi pertama saat sekolah menengah atas dan imunisasi kedua di usia 60 bisa melindungi dari serangan tetanus seumur hidup.
Saat luka, bahkan goresan sekecil apapun, sepanjang merusak kulit, mempunyai kemungkinan mengalami tetanus. Sebagian besar dokter menyarankan  langkah berikut: Jika lukanya bersih dan Anda belum menerima imunisasi tetanus selama 10 tahun terakhir, Anda direkomendasikan untuk melakukan imunisasi. Jika lukanya kotor atau cenderung mengalami tetanus, dokter menyarankan Anda untuk melakukan imunisasi jika Anda belum melakukan imunisasi selama 5 tahun terakhir.
Luka yang cenderung mengalami tetanus adalah luka yang dalam dan terkontaminasi dengan kotoran atau tanah. Jika tidak yakin kapan terakhir kali Anda menerima imunisasi, lebih baik memilih cara aman dengan melakukan imunisasi
.
Jika Anda belum pernah menerima imunisasi saat anak-anak dan mengalami luka terbuka, dokter mungkin akan memberikan vaksin saat perawatan pertama luka. Anda harus kembali memeriksakan diri ke dokter 4 minggu kemudian dan 6 bulan kedepannya untuk melengkapi vaksin pertama Anda.
Hal kedua yang sangat penting untuk dilakukan adalah membersihkan luka secara menyeluruh. Bersihkan luka dengan air bersih dan antiseptik, cobalah mengeluarkan semua partikel dan kotoran dari luka. Hal ini tidak hanya akan mencegah tetanus tetapi juga mencegah infeksi bakteri lainnya.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TETANUS

1.    Pengkajian
a.    Identitas Klien, meliputi :
Nama, usia, jenis kelamin, status, suku, dll.

b.    Riwayat Penyakit
·         Riwayat Penyakit Sekarang
       Adanya luka parah dan luka bakar dan imunisasi yang tidak adekuat.
·         Riwayat Kesehatan Dahulu
       Klien pernah mengalami kejang sewaktu kecil.
·         Riwayat Kesehatan Keluarga.

c.    Pemeriksaan Fisik
·         Sistem Pernapasan : Dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi otot pernapasan.
·         Sistem Kardiovaskuler : disritmia, takikardi, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh awal 38 – 40.
·         Sistem Neurologis : Irritability (awal), kelemahan, konvulsi (akhir), kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak.
·         Sistem perkemihan : retensi urin ( distensi kandung kemih dan urin output tidak ada/oliguria.
·         Sistem Pencernaan : Konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus.
·         Sistem Integumen & Muskuloskeletal : Nyeri/kesemutan pada tempat luka, berkeringat, pada awalnya didahului trismus, spasme otot muka, dengan peningkatan kontraksi alis mata, otot kaku dan kesulitan menelan.
                                                                     
2.    Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnose keperawatan yang dapat muncul yaitu :
a.    Gangguan menelan b/d trismus ringan atau sedang; disfagia.
b.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d tonus otot menurun; ketidakmampuan memakan makanan.
c.    Ketidakefektifan pola napas b/d spasme otot – otot pernapasan.
d.    Hipertermi b/d efek toksin.
e.    Resiko cedera b/d kejang spontan.
f.     Kerusakan integritas kulit b/d perubahan turgor kulit.
g.    Resiko ketidakseimbangan elektrolit b/d intake yang kurang dan oliguria.
h.    Resiko infeksi

3.    Intervensi
No
Dx Kep
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi
1
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tonus otot menurun; ketidakmampuan memakan makanan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, status nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil :
·         Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
·         Tidak ada tanda – tanda malnutrisi
·         Menunjukkan tingkatan fungsi pengecapan dari menelan
·         Kaji pola makan klien.
·         Pertahankan NGT untuk intake makanan.
·         Kaji bising usus bila perlu, dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang.
·         Berikan nutrisi yang tinggi kalori dan protein.
·         Timbang berat badan sesuai perintah.
·         Kolaborasi dengan ahli gizi tentang kebutuhan kalori dan tipe makanan yang dibutuhkan.
·     
2
Resiko cedera b/d kejang spontan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, cedera tidak terjadi dengan kriteria hasil :
·         Klien terbebas dari cedera
·         Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury
·         Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman
·         Monitor vital sign.
·         Identifikasi dan hindari faktor pencetus.
·         Tempatkan pasien pada tempat tidur pada pasien yang memakai pengaman.
·         Sediakan disamping tempat tidur tongue spatel.
·         Lindungi pasien pada saat kejang.
·         Catat penyebab mulai terjadinya kejang.
·         Monitor posisi kepala dan mata selama kejang berlangsung.
·         Pertahankan kepatenan jalan nafas
·         Batasi stimulasi lingkungan (Suara, sentuhan, cahaya)

3
Kerusakan integritas kulit b/d perubahan turgor kulit.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, tidak terjadi kerusakan integritas kulit dengan kriteria hasil :
·         Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
·         Tidak ada luka/lesi pada kulit
·         Perfusi jaringan baik
·         Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang
·         Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan perawatan alami.
·         Observai adanya kemerahan pada kulit.
·         Rubah posisi secara teratur.
·         Anjurkan kepada orang tua pasien untuk memakaikan katun yang longgar.
·         Pantau masukan cairan, hidrasi kulit dan membran mukosa.
·         Pertahankan hygiene kulit dengan mengeringkan dan melakukan masagge dengan lotion.

4
Resiko infeksi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam infeksi terkontrol, dengan kriteria hasil :
·         Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
·         Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
·         Jumlah leukosit dalam batas normal
·         Menunjukkan perilaku hidup sehat
·       Monitor tanda dan gejala infeksi.
·       Bersihkan lingkungan pasien secara benar setiap setelah digunakan pasien.
·       Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien, dan ajari cuci tangan yang benar.
·       Pastikan teknik perawatan luka yang sesuai jika ada.
·       Ajari anggota keluarga cara-cara menghindari infeksi dan tanda-tanda dan gejala infeksi.
·       Berikan therapi antibiotik yang sesuai, dan  anjurkan untuk minum sesuai aturan.
·       Ajari keluarga cara menghindari infeksi serta tentang tanda dan gejala infeksi dan segera untuk melaporkan  keperawat kesehatan.

5
Gangguan menelan b/d trismus ringan atau sedang; disfagia.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, status menelan pasien berfungsi dengan kriteria hasil :
·         Dapat mempertahankan makanan dalam mulut
·         Kemampuan menelan adekuat
·         Tidak ada kerusakan otot tenggorokan, otot wajah, menelan, menggerakan lidah, atau reflex muntah

·         Monitor tanda dan gejala aspirasi.
·         Intervensi nutrisi/pilihan rute makanan ditentukan oleh factor-faktor ini.
·         Menetralkan hiperektensi, membantu mencegah aspirasi dan meningkatkan kemampuan menelan.
·         Menggunakan gravitasi untuk memindahkan proses menelan dan menurunkan risiko terjadinya spirasi.
·         Berikan makanan dalam jumlah sedikit.
·         Potong makanan kecil – kecil.
·         Atur posisi kepala 30 – 45o setelah makan.
·         Intruksikan klien membuka dan menutup mulut untuk persiapan memasukkan makanan.
·     











BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Tetanus adalah penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani. Klasifikasi beratnya tetanus oleh Albert (Sudoyo Aru, dkk 2009)
Derajat I (ringan) : trismus (kekakuan otot mengunyah) ringan sampai sedang, spastisitas general, tanpa gangguan pernapasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia.
Derajat II (sedang) : trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme singkat ringan sampai sedang, gangguan pernapasan sedang RR≥30x/mnt, disfagia ringan.
Derajat 3 (berat) : trismus berat, spastisitas generaisata, spasme reflek berkepanjangan, RR≥ 40x/mnt, serangan apnea, disfagia berat, takikardia ≥120.
Derajat IV (sangat berat) : derajat tiga dengan gangguan otomik berat melibatkan sistem kardiovaskuler. Hipotensi berat dan takikardia terjadi berselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat menetap.

B.   Saran
Diharapkan bagi setiap pembaca makalah ini dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit tetanus dan mengetahui pencegahannya dalam aktifitas sehari-hari.








DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA;Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta. MediAction Publishing
Amar. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien Tetanus
  Muharamiatul.blogspot.com/2012/12/asuhan-keperawatan-pada-pasien-tetanus-html
AguSadrak. 2012. Askep Tetanus
Lippincont & Wilkins. 2011. Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta. Indeks
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3;Jilid 2. FKUI. Media Aesculapius
Wikipedia. 2014. Tetanus
   Id.m.wikipedia.org/wiki/tetanus


Tidak ada komentar:

Posting Komentar